Saudara-saudariku yang terkasih,
1. Kita mendekati Jubileum Agung tahun 2000 dari kelahiran Yesus Kristus, Sabda Allah yang menjadi manusia, perayaan yang akan membuka pintu millenium Kristiani yang ketiga. Dalam tahun persiapan yang terakhir ini, Gereja memandang Allah Bapa kita, merenungkan misteri belaskasihanNya yang tanpa batas. Dialah Allah asal segala kehidupan dan yang kepadaNya semua akan kembali; dan Dialah Satu-satunya yang berjiarah bersama kita sejak lahir sampai kematian kita, sebagai teman dan sahabat dalam perjalanan.
Saya telah memilih “Mass media: sahabat yang ramah bagi semua orang yang mencari Bapa”sebagai tema untuk Hari Komunikasi se-Dunia tahun ini. Dua pertanyaan yang dapat digali dari tema ini: bagaimana media bekerjasama dengan dan bukannya melawan Allah? Dan bagaimana media dapat menjadi sahabat yang ramah bagi setiap orang yang mengusahakan kehadiran Allah Mahakasih dalam hidup mereka? Termaktub juga di dalamnya pernyataan mengenai kenyataan dan alasan untuk bersyukur: bahwa media dalam setiap saat memberi kemungkinan bagi setiap orang yang mencari Allah dengan cara yang baru untuk membaca baik buku kodrati, yang merupakan bidang akal budi, dan buku wahyu, Kitab Suci, yang merupakan bidang iman. Akhirnya tema ini mencakup juga ajakan dan pengharapan: bahwa setiap orang yang terlibat dalam dunia komunikasi sosial akan menjadi semakin terlibat untuk membantu bukannya menghalangi pencaharian terhadap makna kehidupan yang merupakan inti kehidupan manusia.
2. Menjadi manusia berarti terus menerus mencari; dan, sebagaimana saya tekankan dalam Ensiklik yang terdahulu Fides et ratio, semua pencaharian berakhir dengan mencari Allah: “Iman dan akal budi itu seperti sisi dari dua sayap roh manusia yang menuju permenungan akan kebenaran; dan Allah telah menempatkan dalam hati manusia kerinduan untuk mengenal kebenaran - dengan kata lain, untuk mengenal dirinya sendiri - sehingga, dengan mengetahui dan mengasihi Allah, setiap orang juga dapat semakin mengenal kebenaran tentang diri mereka sendiri”. (n. 1). Jubileum Agung akan menjadi sebuah perayaan akan Allah yang tujuan akhir pencaharian umat manusia, yaitu suatu perayaan akan belaskasihan tanpa batas yang dirindukan oleh setiap orang - kendati mereka seringkali mengalami diri mereka sendiri dibelenggu oleh dosa , seperti diungkapan Santo Agustinus, seperti mencari yang baik di tempat yang salah (bdk. Confessions, X, 38). Kita berdosa kalau kita mencari Allah dimana Ia tak dapat ditemukan.
Oleh karena itu, dalam berbicara kepada “semua orang yang mencari Bapa”, tema Hari Komunikasi se-Dunia tahun ini menyentuh setiap orang. Semua orang mencari, kendati tidak semua mencari di tempat yang tepat. Tema ini mengakui pengaruh khusus dari media dalam kebudayaan modern, dan karena itu media bertanggungjawab untuk memberi kesaksian mengenai kebenaran tentang kehidupan, tentang martabat manusia, tentang makna yang benar mengenai kebebasan dan ketergantungan satu sama lain.
3. Dalam pejiarahan manusia yang mencari, Gereja berkehendak menjadikan media sahabat sambil menyadari bahwa setiap bentuk kerjasama akan dilaksanakan demi kebaikan setiap orang. Kerjasama juga berarti bahwa kita lebih baik lagi saling mengenal satu sama lain. Berulangkali, hubungan antara Gereja dan media dapat dirusak oleh kesalahpahaman satu sama lain yang menghasilkan ketakutan dan saling tidak percaya. Memang benar bahwa budaya Gereja dan budaya media itu berbeda; bahkan pada titik-titik tertentu perbedaan itu sangat tajam. Namun tak ada alasan untuk mengatakan bahwa perbedaan menutup kemungkinan membangun persahabatan dan dialog. Dalam banyak persahabatan yang mendalam, persis perbedaan-perbedaanlah yang mendorong tumbuhnya kreatifitas dan jembatan penghubung.
Budaya berbobot/bermutu dalam Gereja dapat menyelamatkan budaya media mengenai berita-berita ringan yang dapat menimbulkan bahaya sikap tidakpeduli yang menghancurkan pengharapan; dan media dapat membantu Gereja untuk mewartakan Injil dalam semua semangatnya dalam kenyataan hidup manusia setiap hari. Budaya kebijaksanaan dalam Gereja dapat menyelamatkan budaya informasi dalam media dari bahaya penumpukan fakta-fakta yang tak berarti; dan media dapat membantu kebijaksanaan Gereja untuk tetap menampilkan pengetahuan-pengetahuan baru yang sekarang marak. Budaya sukacita dalam gereja dapat menyelamatkan budaya hiburan dalam media dari bahaya menjadi pelarian hampa dari kebenaran dan tanggungjawab; dan media dapat membantu Gereja untuk mengetahui dengan lebih baik bagaimana berkomunikasi dengan orang-orang dengan cara yang menarik dan menyenangkan. Inilah beberapa contoh bagaimana kerjasama dalam semangat persahabatan dan dalam taraf yang lebih mendalam dapat membantu baik Gereja maupun media untuk melayani setiap orang pada jaman kita dalam pencaharian mereka akan makna dan kesempurnaan.
4. Dengan ledakan teknologi informasi jaman ini, kemungkinan untuk komunikasi antar pribadi dan kelompok di setiap bagian dunia telah menjadi semakin besar. Namun, sekaligus, kekuatan-kekuatan tertentu yang dapat memimpin kepada komunikasi yang lebih baik juga dapat menjerumuskan kepada pemusatan kepentingan sendiri dan keterasingan. Kita menemukan diri kita sendiri dalam jaman yang sekaligus mengancam dan menjanjikan. Tak seorangpun yang berkehendak baik ingin mengancam menggunakan cara yang dapat membuat manusia tetap dalam penderitaan - setidak-tidaknya pada akhir suatu abad dan suatu millenium yang sudah terlalu dilimpahi penderitaan.
Marilah memandang dengan pengharapan yang besar kepada milenium yang baru, percaya bahwa ada orang-orang baik dalam Gereja maupun di kalangan media yang siap bekerjasama untuk menjamin bahwa janji mengalahkan ancaman, komunikasi mengalahkan keterasingan. Ini akan menjamin bahwa dunia media lebih dan semakin menjadi sahabat yang ramah bagi semua orang, dengan menghadirkan diri melalui berita-berita yang mendalam, informasi yang bijaksana, hiburan yang menuju sukacita. Hal ini juga menjamin suatu dunia dimana Gereja dan media dapat bekerjasama untuk kebaikan umat manusia. Itulah yang dituntut jika kuasa media tidak akan dijadikan kekuatan yang menghancurkan, melainkan kasih yang menciptakan, kasih yang mencerminkan kasih Allah “yang satu Allah dan Bapa dari semua, Allah yang di atas semua dan oleh semua dan di dalam semua.” (Efesus 4:6).
Semoga semua yang berkarya dalam dunia Komunikasi Sosial mengalami sukacita penyertaan ilahi, sehingga dengan menyadari persahabatan Allah mereka mampu membangun persaudaraan semua orang dalam pejiarahan ke rumah Bapa, yang baginya hormat dan kemuliaan, pujian dan syukur, bersama Putera dan Roh Kudus, sepanjang segala masa.
Sabtu, 24 Mei 2008
Ya, Tuhan Tambahkan
Sebelum pernikahan kami, Sister Burton dan saya diwawancarai oleh ayah Penatua Richards. Kami mengetahui apa yang dibicarakan Penatua Richards dalam sesi konferensi ini.
Pada konferensi distrik baru-baru ini, seorang wanita muda menemui saya di akhir pertemuan. Sewaktu kami berjabatan tangan, dia berkata, “Uskup, Anda dapat meningkatkan ceramah-ceramah Anda pada konferensi umum dengan tersenyum.” Saya ingin menjelaskan kepadanya mengenai ketakutan dan senyuman, tetapi saya tidak memiliki waktu. Namun saya akan mencoba dan mengharapkan yang terbaik.
Di akhir setiap konferensi umum, saya mendambakan bertambahnya—perasaan damai, bertambahnya penyertaan Roh, bertambahnya pemeliharaan yang mencerahkan serta memberkati jiwa saya.
Saat ini biasanya orang berpikir bahwa bertambah adalah lebih baik dan berkurang biasanya tidak diinginkan. Bagi beberapa orang, pencarian untuk memperoleh lebih banyak harta dan pelayanan duniawi menjadi suatu obsesi. Bagi yang lain, memiliki banyak kekayaan dunia diperlukan hanya untuk menunjang kehidupan atau meningkatkan standar hidup ke tingkat yang lebih baik. Hasrat yang tak terkendali itu lebih sering membawa akibat-akibat tragis. Misalnya, Presiden Boyd K. Packer mengingatkan kita, “Kita dapat menjadi seperti ayah yang bertekad untuk menyediakan segalanya bagi keluarganya. Dia mengabdikan segenap tenaga untuk tujuan itu dan berhasil; hanya saja kemudian dia menemukan bahwa apa yang paling mereka butuhkan, untuk berada bersama sebagai suatu keluarga, tetap diabaikan. Dan dia menuai kedukaan daripada kepuasaan hati” (“Para Orang Tua di Sion,” Liahona, Januari 1999, 25).
Orang tua yang telah berhasil memperoleh hal-hal duniawi sering kali kesulitan untuk mengatakan tidak atas permintaan anak-anak mereka yang manja. Anak-anak mereka terancam bahaya tidak mempelajari nilai-nilai penting seperti kerja keras, menahan nafsu, kejujuran, dan belas kasih. Orang tua yang kaya dapat dan mampu membesarkan anak-anak yang dapat dididik, penuh kasih, dan memiliki nilai-nilai yang baik, namun upaya untuk menetapkan batasan-batasan, dan menghindari memperturutkan keinginan “yang tidak ada habisnya” sangatlah sulit. Memang sulit menolak permintaan anak-anak ketika Anda dapat menyediakannya.
Orang tua berhak mencemaskan masa depan. Sulit untuk menolak peralatan olahraga, barang elektronik, kursus, pakaian, menonton pertandingan olahraga, dan sebagainya, ketika orang tua percaya itu akan menolong anak-anak tumbuh di dalam dunia yang semakin meningkat persaingannya. Kaum remaja tampaknya menginginkan lebih banyak, sebagian karena adanya banyak hal yang menarik perhatian mereka. Akademi Ilmu Kesehatan Anak Amerika memperkirakan bahwa anak-anak Amerika melihat lebih dari 40.000 iklan setiap tahunnya.
Semakin sedikit orang tua yang menyuruh anak-anak mereka untuk melakukan tugas sehari-hari di rumah karena mereka pikir mereka sudah terlalu banyak dibebani dengan tugas-tugas di sekolah. Namun anak-anak yang tidak diberi tanggung jawab akan berisiko tidak pernah belajar bahwa setiap orang dapat melakukan pelayanan dan bahwa kehidupan itu memiliki arti melebihi kebahagiaan mereka sendiri.
Dalam bukunya My Grandfather’s Blessings, Dr. Rachel Remen menceritakan tentang berteman baik dengan pasangan suami istri dan anak lelaki kecil mereka, Kenny. Ketika berkunjung, dia biasanya duduk di lantai bersama Kenny dan bermain dengan dua mobil-mobilannya. Kadang-kadang dia memegang mobil yang tidak ada sepatbornya dan Kenny memegang mobil yang tidak ada pintunya dan kadang-kadang sebaliknya. Dia menyukai mobil tersebut!
Ketika beberapa pom bensin memberikan mobil-mobilan kepada setiap orang yang mengisi bensin di situ, dia menyuruh staf di kliniknya untuk pergi ke pom bensin itu dan mengambil mobil-mobilan tersebut. Segera setelah dia mendapatkan semua modelnya, dia membungkusnya dalam sebuah kotak besar untuk dibawa kepada Kenny. Dia berharap tidak menyinggung perasaan orang tuanya, yang kehidupannya sederhana. Kenny dengan gembira membuka kotak besar itu dan mengeluarkan mobil-mobilan tersebut satu per satu. Mobil-mobilan itu memenuhi ambang jendela dan bahkan sampai ke lantai. Sungguh banyak sekali koleksinya! Kemudian, ketika mengunjungi keluarga itu, Rachel melihat Kenny menatap keluar jendela. Ketika dia bertanya kepada Kenny, “Ada apa? Tidakkah kamu menyukai mobil-mobil barumu itu?” Kenny memandang ke bawah dengan sangat malu. “Maaf, Rachel. Saya merasa tidak tahu bagaimana caranya menyukai mobil-mobilan yang amat banyak ini” (lihat “Owning” [2000], 60–61).
Kita telah mendengar semua anak, setelah mereka membuka hadiah Natal dan ulang tahun, berkata, “Apakah masih ada lagi?” Dengan semua tantangan yang ada pada generasi ini, masih ada nasihat ilahi untuk mengajar anak-anak kita “untuk memahami ajaran pertobatan, beriman kepada Kristus, Putra Allah yang hidup, dan tentang baptisan serta karunia Roh Kudus … untuk berdoa dan hidup tanpa cela di hadapan Tuhan, [dan untuk] merayakan hari Sabat sebagai hari yang kudus” (A&P 68:25, 28–29).
Arti kata bertambah dan berkurang tidak selalu jelas. Ada saat ketika kata berkurang pada kenyataannya berarti lebih banyak dan bertambah dapat berarti lebih sedikit. Misalnya, tidak [kurang] mengejar hal-hal duniawi memungkinkan adanya kebersamaan keluarga. Lebih [tambah] memanjakan anak dapat mengakibatkan kurangnya pemahaman akan nilai-nilai penting kehidupan.
Beberapa segi kehidupan dapat sungguh-sungguh diperkaya melalui gagasan yang lebih baik. Nyanyian rohani “Ya, Tuhan Tambahkan” (Nyanyian Rohani, no. 48) mengingatkan kita akan nilai-nilai yang lebih layak untuk kita perhatikan. Yesus Sendiri menjelaskan apa yang disyaratkan untuk “menjadi, s’perti Tuhanku.” Dia berfirman, “Aku ingin agar kamu menjadi sempurna bahkan seperti Aku, atau Bapamu yang di surga itu sempurna adanya” (3 Nefi 12:48).
Kelemahlembutan penting untuk menjadi lebih menyerupai Kristus. Tanpa hal itu seseorang tidak dapat mengembangkan nilai-nilai penting lainnya. Mormon menyatakan, “Tiada seorang pun dapat diterima di hadapan Allah kecuali orang yang lemah lembut dan rendah hati” (Moroni 7:44). Memperoleh kelemahlembutan merupakan suatu proses. Kita diminta untuk “memikul salib-Nya setiap hari” (Lukas 9:23). Salib kita seharusnya bukan latihan sekali waktu. Bertambahnya kelemahlembutan bukan berarti kita lebih lemah, namun itu “penunjukan diri dalam bentuk kebaikan hati dan kelembutan. Itu memancarkan kekuatan, keteduhan, dan harga diri dan kendali diri yang baik” (Neal A. Maxwell, “Meekly Drenched in Destiny,” dalam Brigham Young University 1982–1983 Fireside and Devotional Speeches [1983], 2). Bertambahnya kelemahlembutan akan mengizinkan kita dibimbing oleh Roh.
Nilai-nilai yang diungkapkan dalam “Ya Tuhan Tambahkan” terbagi menjadi beberapa gol. Beberapa di antaranya adalah gol pribadi, seperti bertambahnya kekudusan; bertambahnya usaha untuk mengatasi kelemahan; bertambahnya iman, rasa syukur, dan kemurnian; bertambah layak untuk kerajaan surga; bertambahnya tujuan dalam doa; dan bertambah mempercayai Tuhan. Yang lainnya terpusat pada kemalangan. Hal itu mencakup bertambah sabar dalam penderitaan, bertambah rendah hati dalam pencobaan, bertambah banyak memuji untuk kelegaan, bertambah kekuatan untuk mengatasi, bertambah kebebasan dari kejahatan dunia, dan bertambah kerinduan untuk kembali kepada Allah Bapa. Yang lainnya dengan kuat mendekatkan kita kepada Juruselamat: bertambah untuk merasakan perhatian-Nya; bertambah bangga dalam kemuliaan-Nya; bertambah harapan dalam firman-Nya; bertambah sukacita dalam pelayanan-Nya; bertambah air mata bagi kesengsaraan-Nya; bertambah rasa sakit saat penderitaan-Nya; bertambah diberkati dan kudus; dan bertambah, seperti Juruselamat. Bertambah dalam nilai-nilai tersebut adalah lebih baik. Kekurangan bukanlah yang diinginkan.
Banyak orang mengalami sukacita dalam melakukan pelayanan-Nya dengan mengajarkan Injil Yesus Kristus dan Pemulihannya serta bersaksi mengenai Juruselamat, dan kehidupan, pelayanan, serta Kurban Tebusan-Nya.
Seorang pemimpin misionaris distrik bertanya-tanya mengapa Elder Parker, yang akan mengakhiri misinya, berhasil terlepas dari ketidakmampuannya untuk menghafalkan pembahasan. Untuk memahami hal itu, dia berekanan dengan Elder Parker untuk memberikan pembahasan. Penyajian Elder Parker tidak teroganisasi dengan baik sehingga di akhir pelajaran formal tersebut, pemimpin distrik itu bingung dan merasa bahwa keluarga yang diajar itu merasakan hal yang sama.
Kemudian Elder Parker maju ke depan dan merangkul ayah itu. Dia menatap mata si ayah, memberitahunya betapa dia mengasihi ayah itu dan keluarganya, dan memberikan kesaksian yang paling rendah hati serta kuat yang pernah didengar pemimpin distrik itu. Setelah dia selesai, setiap anggota keluarga, termasuk si ayah, dan kedua elder itu, menitikkan air mata. Selanjutnya Elder Parker mengajarkan kepada si ayah cara berdoa, dan mereka semua berlutut ketika si ayah berdoa agar mereka dapat menerima kesaksian mereka sendiri dan bersyukur kepada Bapa Surgawi atas kasih besar yang dia rasakan. Dua minggu kemudian seluruh keluarga dibaptiskan.
Kemudian, Elder Parker meminta maaf kepada pemimpin distriknya karena tidak mengetahui pembahasan. Dia mengatakan bahwa dia berusaha menghafalkan, meskipun meluangkan waktu berjam-jam untuk melakukan hal itu. Dia mengatakan bahwa dia berdoa sebelum mengajar setiap keluarga dan memohon agar Bapa Surgawi memberkatinya ketika dia memberikan kesaksiannya, agar orang-orang akan merasakan kasih serta Roh-Nya dan mengetahui bahwa mereka diajar kebenaran (lihat Allan K. Burgess dan Max H. Molgard, “That Is the Worst Lesson I’ve Ever Heard” dalam Sunshine for the Latter-day Saint Soul [1998], hlm. 181–183).
Apa yang dapat kita petik dari pelajaran sederhana ini? Apakah menurut Anda Elder Parker merasa perlu berusaha lebih banyak untuk mempelajari pembahasan itu? Apakah mungkin Elder Parker memahami perlunya mengucapkan doa dengan suatu tujuan? Apakah menurut Anda doa-doanya dipenuhi dengan permohonan untuk menerima lebih banyak kekuatan untuk mengatasi? Apakah ketidakmampuan untuk menghafal mendatangkan kesabaran dalam penderitaan dan kelembutan dalam kesengsaraan? Apakah dia memperlihatkan iman yang besar kepada Juruselamat dan kepercayaan kepada Tuhan? Kebanyakan memang sudah dia lakukan!
Lebih dari tujuh minggu yang lalu, empat badai topan yang besar melanda Florida dan sepanjang Teluk Meksiko. Makanan, pakaian, dan tempat perlindungan sulit didapat. banyak sekali puing dari jalan-jalan dan pekarangan rumah yang hancur. Sarana-sarana umum hancur atau perlu perbaikan serius.
Minggu lalu saya berada di Tallahassee, Florida, dan menerima banyak ucapan terima kasih untuk bantuan yang disediakan oleh Gereja selama masa-masa darurat ini. Gubernur Florida Bush, Gubernur Letnan Toni Jennings, mitra kerja seperti Palang Merah dan Bala Keselamatan, bersama para personel keadaan darurat federal dan wilayah mengucapkan terima kasih yang saya sampaikan kepada Anda yang telah memberikan tenaga Anda untuk meringankan beban membersihkan jalan ini dan kepada mereka yang telah berkontribusi pada Dana Kesejahteraan Gereja. Terima kasih. Saya yakin Anda merasakan sukacita lebih banyak dan lebih berguna dalam pelayanan-Nya.
Mengikuti pola dari minggu-minggu sebelumnya di lokasi yang berbeda, lebih dari dua ribu sukarelawan dari seluruh bagian tenggara Amerika Serikat berkumpul di Pensacola, Florida, minggu lalu untuk membantu setelah Topan Ivan. Mereka menggelar kantung tidur mereka di lantai gedung pertemuan, di gereja-gereja lain, dan di rumah-rumah anggota. Mereka menanggapi ribuan permintaan kerja untuk membantu di mana pun mereka dibutuhkan. Para misionaris berperan serta dengan cara menutup atap gereja Metodis setempat dengan bahan penutup anti air. Para personel keadaan darurat tersebut, anggota pemadam kebakaran dan polisi, mengutarakan penghargaan mereka bahwa Orang-orang Suci Zaman Akhir telah ditugaskan untuk menolong keluarga mereka selama ketidakhadiran mereka.
Semua hal ini dicapai pada saat yang sama ketika Topan Jeanne melanda dari pantai setelah menyebabkan kehancuran besar di Haiti dan di lokasi-lokasi Karibia lainnya. Sekali lagi terima kasih kepada Anda yang menyumbangkan uang Anda dan mereka yang bekerja membantu banyak orang. Saya menghargai hasrat Anda untuk tambah diberkati dan tambah kudus serta tambah seperti Juruselamat. Akhir minggu ini 2.500 orang akan memberikan bantuan setelah terjadinya Topan Jeanne.
Dalam membahas berbagai kerinduan kita untuk mendapatkan lebih banyak, saya tidak menyarankan agar kita mengambil contoh Scrooge sebagai model peran untuk orang tua yang baik. Saran saya adalah penting bagi keluarga dan individu untuk dengan semangat mencari lebih banyak nilai-nilai yang akan berlanjut sampai setelah kehidupan fana ini. Pendekatan yang penuh doa dan konservatif adalah kunci menuju kehidupan yang berhasil dalam masyarakat yang makmur secara keuangan dan membangun sifat-sifat yang datang dari menunggu, berbagi, menyelamatkan, bekerja keras, serta puas dengan apa yang kita miliki. Semoga kita diberkati dengan hasrat dan kemampuan untuk memahami ketika bertambah itu menjadi hal yang sebenarnya kurang dan ketika bertambah itu menjadi hal yang lebih baik. Dalam nama kudus Yesus Kristus, amin.
Pada konferensi distrik baru-baru ini, seorang wanita muda menemui saya di akhir pertemuan. Sewaktu kami berjabatan tangan, dia berkata, “Uskup, Anda dapat meningkatkan ceramah-ceramah Anda pada konferensi umum dengan tersenyum.” Saya ingin menjelaskan kepadanya mengenai ketakutan dan senyuman, tetapi saya tidak memiliki waktu. Namun saya akan mencoba dan mengharapkan yang terbaik.
Di akhir setiap konferensi umum, saya mendambakan bertambahnya—perasaan damai, bertambahnya penyertaan Roh, bertambahnya pemeliharaan yang mencerahkan serta memberkati jiwa saya.
Saat ini biasanya orang berpikir bahwa bertambah adalah lebih baik dan berkurang biasanya tidak diinginkan. Bagi beberapa orang, pencarian untuk memperoleh lebih banyak harta dan pelayanan duniawi menjadi suatu obsesi. Bagi yang lain, memiliki banyak kekayaan dunia diperlukan hanya untuk menunjang kehidupan atau meningkatkan standar hidup ke tingkat yang lebih baik. Hasrat yang tak terkendali itu lebih sering membawa akibat-akibat tragis. Misalnya, Presiden Boyd K. Packer mengingatkan kita, “Kita dapat menjadi seperti ayah yang bertekad untuk menyediakan segalanya bagi keluarganya. Dia mengabdikan segenap tenaga untuk tujuan itu dan berhasil; hanya saja kemudian dia menemukan bahwa apa yang paling mereka butuhkan, untuk berada bersama sebagai suatu keluarga, tetap diabaikan. Dan dia menuai kedukaan daripada kepuasaan hati” (“Para Orang Tua di Sion,” Liahona, Januari 1999, 25).
Orang tua yang telah berhasil memperoleh hal-hal duniawi sering kali kesulitan untuk mengatakan tidak atas permintaan anak-anak mereka yang manja. Anak-anak mereka terancam bahaya tidak mempelajari nilai-nilai penting seperti kerja keras, menahan nafsu, kejujuran, dan belas kasih. Orang tua yang kaya dapat dan mampu membesarkan anak-anak yang dapat dididik, penuh kasih, dan memiliki nilai-nilai yang baik, namun upaya untuk menetapkan batasan-batasan, dan menghindari memperturutkan keinginan “yang tidak ada habisnya” sangatlah sulit. Memang sulit menolak permintaan anak-anak ketika Anda dapat menyediakannya.
Orang tua berhak mencemaskan masa depan. Sulit untuk menolak peralatan olahraga, barang elektronik, kursus, pakaian, menonton pertandingan olahraga, dan sebagainya, ketika orang tua percaya itu akan menolong anak-anak tumbuh di dalam dunia yang semakin meningkat persaingannya. Kaum remaja tampaknya menginginkan lebih banyak, sebagian karena adanya banyak hal yang menarik perhatian mereka. Akademi Ilmu Kesehatan Anak Amerika memperkirakan bahwa anak-anak Amerika melihat lebih dari 40.000 iklan setiap tahunnya.
Semakin sedikit orang tua yang menyuruh anak-anak mereka untuk melakukan tugas sehari-hari di rumah karena mereka pikir mereka sudah terlalu banyak dibebani dengan tugas-tugas di sekolah. Namun anak-anak yang tidak diberi tanggung jawab akan berisiko tidak pernah belajar bahwa setiap orang dapat melakukan pelayanan dan bahwa kehidupan itu memiliki arti melebihi kebahagiaan mereka sendiri.
Dalam bukunya My Grandfather’s Blessings, Dr. Rachel Remen menceritakan tentang berteman baik dengan pasangan suami istri dan anak lelaki kecil mereka, Kenny. Ketika berkunjung, dia biasanya duduk di lantai bersama Kenny dan bermain dengan dua mobil-mobilannya. Kadang-kadang dia memegang mobil yang tidak ada sepatbornya dan Kenny memegang mobil yang tidak ada pintunya dan kadang-kadang sebaliknya. Dia menyukai mobil tersebut!
Ketika beberapa pom bensin memberikan mobil-mobilan kepada setiap orang yang mengisi bensin di situ, dia menyuruh staf di kliniknya untuk pergi ke pom bensin itu dan mengambil mobil-mobilan tersebut. Segera setelah dia mendapatkan semua modelnya, dia membungkusnya dalam sebuah kotak besar untuk dibawa kepada Kenny. Dia berharap tidak menyinggung perasaan orang tuanya, yang kehidupannya sederhana. Kenny dengan gembira membuka kotak besar itu dan mengeluarkan mobil-mobilan tersebut satu per satu. Mobil-mobilan itu memenuhi ambang jendela dan bahkan sampai ke lantai. Sungguh banyak sekali koleksinya! Kemudian, ketika mengunjungi keluarga itu, Rachel melihat Kenny menatap keluar jendela. Ketika dia bertanya kepada Kenny, “Ada apa? Tidakkah kamu menyukai mobil-mobil barumu itu?” Kenny memandang ke bawah dengan sangat malu. “Maaf, Rachel. Saya merasa tidak tahu bagaimana caranya menyukai mobil-mobilan yang amat banyak ini” (lihat “Owning” [2000], 60–61).
Kita telah mendengar semua anak, setelah mereka membuka hadiah Natal dan ulang tahun, berkata, “Apakah masih ada lagi?” Dengan semua tantangan yang ada pada generasi ini, masih ada nasihat ilahi untuk mengajar anak-anak kita “untuk memahami ajaran pertobatan, beriman kepada Kristus, Putra Allah yang hidup, dan tentang baptisan serta karunia Roh Kudus … untuk berdoa dan hidup tanpa cela di hadapan Tuhan, [dan untuk] merayakan hari Sabat sebagai hari yang kudus” (A&P 68:25, 28–29).
Arti kata bertambah dan berkurang tidak selalu jelas. Ada saat ketika kata berkurang pada kenyataannya berarti lebih banyak dan bertambah dapat berarti lebih sedikit. Misalnya, tidak [kurang] mengejar hal-hal duniawi memungkinkan adanya kebersamaan keluarga. Lebih [tambah] memanjakan anak dapat mengakibatkan kurangnya pemahaman akan nilai-nilai penting kehidupan.
Beberapa segi kehidupan dapat sungguh-sungguh diperkaya melalui gagasan yang lebih baik. Nyanyian rohani “Ya, Tuhan Tambahkan” (Nyanyian Rohani, no. 48) mengingatkan kita akan nilai-nilai yang lebih layak untuk kita perhatikan. Yesus Sendiri menjelaskan apa yang disyaratkan untuk “menjadi, s’perti Tuhanku.” Dia berfirman, “Aku ingin agar kamu menjadi sempurna bahkan seperti Aku, atau Bapamu yang di surga itu sempurna adanya” (3 Nefi 12:48).
Kelemahlembutan penting untuk menjadi lebih menyerupai Kristus. Tanpa hal itu seseorang tidak dapat mengembangkan nilai-nilai penting lainnya. Mormon menyatakan, “Tiada seorang pun dapat diterima di hadapan Allah kecuali orang yang lemah lembut dan rendah hati” (Moroni 7:44). Memperoleh kelemahlembutan merupakan suatu proses. Kita diminta untuk “memikul salib-Nya setiap hari” (Lukas 9:23). Salib kita seharusnya bukan latihan sekali waktu. Bertambahnya kelemahlembutan bukan berarti kita lebih lemah, namun itu “penunjukan diri dalam bentuk kebaikan hati dan kelembutan. Itu memancarkan kekuatan, keteduhan, dan harga diri dan kendali diri yang baik” (Neal A. Maxwell, “Meekly Drenched in Destiny,” dalam Brigham Young University 1982–1983 Fireside and Devotional Speeches [1983], 2). Bertambahnya kelemahlembutan akan mengizinkan kita dibimbing oleh Roh.
Nilai-nilai yang diungkapkan dalam “Ya Tuhan Tambahkan” terbagi menjadi beberapa gol. Beberapa di antaranya adalah gol pribadi, seperti bertambahnya kekudusan; bertambahnya usaha untuk mengatasi kelemahan; bertambahnya iman, rasa syukur, dan kemurnian; bertambah layak untuk kerajaan surga; bertambahnya tujuan dalam doa; dan bertambah mempercayai Tuhan. Yang lainnya terpusat pada kemalangan. Hal itu mencakup bertambah sabar dalam penderitaan, bertambah rendah hati dalam pencobaan, bertambah banyak memuji untuk kelegaan, bertambah kekuatan untuk mengatasi, bertambah kebebasan dari kejahatan dunia, dan bertambah kerinduan untuk kembali kepada Allah Bapa. Yang lainnya dengan kuat mendekatkan kita kepada Juruselamat: bertambah untuk merasakan perhatian-Nya; bertambah bangga dalam kemuliaan-Nya; bertambah harapan dalam firman-Nya; bertambah sukacita dalam pelayanan-Nya; bertambah air mata bagi kesengsaraan-Nya; bertambah rasa sakit saat penderitaan-Nya; bertambah diberkati dan kudus; dan bertambah, seperti Juruselamat. Bertambah dalam nilai-nilai tersebut adalah lebih baik. Kekurangan bukanlah yang diinginkan.
Banyak orang mengalami sukacita dalam melakukan pelayanan-Nya dengan mengajarkan Injil Yesus Kristus dan Pemulihannya serta bersaksi mengenai Juruselamat, dan kehidupan, pelayanan, serta Kurban Tebusan-Nya.
Seorang pemimpin misionaris distrik bertanya-tanya mengapa Elder Parker, yang akan mengakhiri misinya, berhasil terlepas dari ketidakmampuannya untuk menghafalkan pembahasan. Untuk memahami hal itu, dia berekanan dengan Elder Parker untuk memberikan pembahasan. Penyajian Elder Parker tidak teroganisasi dengan baik sehingga di akhir pelajaran formal tersebut, pemimpin distrik itu bingung dan merasa bahwa keluarga yang diajar itu merasakan hal yang sama.
Kemudian Elder Parker maju ke depan dan merangkul ayah itu. Dia menatap mata si ayah, memberitahunya betapa dia mengasihi ayah itu dan keluarganya, dan memberikan kesaksian yang paling rendah hati serta kuat yang pernah didengar pemimpin distrik itu. Setelah dia selesai, setiap anggota keluarga, termasuk si ayah, dan kedua elder itu, menitikkan air mata. Selanjutnya Elder Parker mengajarkan kepada si ayah cara berdoa, dan mereka semua berlutut ketika si ayah berdoa agar mereka dapat menerima kesaksian mereka sendiri dan bersyukur kepada Bapa Surgawi atas kasih besar yang dia rasakan. Dua minggu kemudian seluruh keluarga dibaptiskan.
Kemudian, Elder Parker meminta maaf kepada pemimpin distriknya karena tidak mengetahui pembahasan. Dia mengatakan bahwa dia berusaha menghafalkan, meskipun meluangkan waktu berjam-jam untuk melakukan hal itu. Dia mengatakan bahwa dia berdoa sebelum mengajar setiap keluarga dan memohon agar Bapa Surgawi memberkatinya ketika dia memberikan kesaksiannya, agar orang-orang akan merasakan kasih serta Roh-Nya dan mengetahui bahwa mereka diajar kebenaran (lihat Allan K. Burgess dan Max H. Molgard, “That Is the Worst Lesson I’ve Ever Heard” dalam Sunshine for the Latter-day Saint Soul [1998], hlm. 181–183).
Apa yang dapat kita petik dari pelajaran sederhana ini? Apakah menurut Anda Elder Parker merasa perlu berusaha lebih banyak untuk mempelajari pembahasan itu? Apakah mungkin Elder Parker memahami perlunya mengucapkan doa dengan suatu tujuan? Apakah menurut Anda doa-doanya dipenuhi dengan permohonan untuk menerima lebih banyak kekuatan untuk mengatasi? Apakah ketidakmampuan untuk menghafal mendatangkan kesabaran dalam penderitaan dan kelembutan dalam kesengsaraan? Apakah dia memperlihatkan iman yang besar kepada Juruselamat dan kepercayaan kepada Tuhan? Kebanyakan memang sudah dia lakukan!
Lebih dari tujuh minggu yang lalu, empat badai topan yang besar melanda Florida dan sepanjang Teluk Meksiko. Makanan, pakaian, dan tempat perlindungan sulit didapat. banyak sekali puing dari jalan-jalan dan pekarangan rumah yang hancur. Sarana-sarana umum hancur atau perlu perbaikan serius.
Minggu lalu saya berada di Tallahassee, Florida, dan menerima banyak ucapan terima kasih untuk bantuan yang disediakan oleh Gereja selama masa-masa darurat ini. Gubernur Florida Bush, Gubernur Letnan Toni Jennings, mitra kerja seperti Palang Merah dan Bala Keselamatan, bersama para personel keadaan darurat federal dan wilayah mengucapkan terima kasih yang saya sampaikan kepada Anda yang telah memberikan tenaga Anda untuk meringankan beban membersihkan jalan ini dan kepada mereka yang telah berkontribusi pada Dana Kesejahteraan Gereja. Terima kasih. Saya yakin Anda merasakan sukacita lebih banyak dan lebih berguna dalam pelayanan-Nya.
Mengikuti pola dari minggu-minggu sebelumnya di lokasi yang berbeda, lebih dari dua ribu sukarelawan dari seluruh bagian tenggara Amerika Serikat berkumpul di Pensacola, Florida, minggu lalu untuk membantu setelah Topan Ivan. Mereka menggelar kantung tidur mereka di lantai gedung pertemuan, di gereja-gereja lain, dan di rumah-rumah anggota. Mereka menanggapi ribuan permintaan kerja untuk membantu di mana pun mereka dibutuhkan. Para misionaris berperan serta dengan cara menutup atap gereja Metodis setempat dengan bahan penutup anti air. Para personel keadaan darurat tersebut, anggota pemadam kebakaran dan polisi, mengutarakan penghargaan mereka bahwa Orang-orang Suci Zaman Akhir telah ditugaskan untuk menolong keluarga mereka selama ketidakhadiran mereka.
Semua hal ini dicapai pada saat yang sama ketika Topan Jeanne melanda dari pantai setelah menyebabkan kehancuran besar di Haiti dan di lokasi-lokasi Karibia lainnya. Sekali lagi terima kasih kepada Anda yang menyumbangkan uang Anda dan mereka yang bekerja membantu banyak orang. Saya menghargai hasrat Anda untuk tambah diberkati dan tambah kudus serta tambah seperti Juruselamat. Akhir minggu ini 2.500 orang akan memberikan bantuan setelah terjadinya Topan Jeanne.
Dalam membahas berbagai kerinduan kita untuk mendapatkan lebih banyak, saya tidak menyarankan agar kita mengambil contoh Scrooge sebagai model peran untuk orang tua yang baik. Saran saya adalah penting bagi keluarga dan individu untuk dengan semangat mencari lebih banyak nilai-nilai yang akan berlanjut sampai setelah kehidupan fana ini. Pendekatan yang penuh doa dan konservatif adalah kunci menuju kehidupan yang berhasil dalam masyarakat yang makmur secara keuangan dan membangun sifat-sifat yang datang dari menunggu, berbagi, menyelamatkan, bekerja keras, serta puas dengan apa yang kita miliki. Semoga kita diberkati dengan hasrat dan kemampuan untuk memahami ketika bertambah itu menjadi hal yang sebenarnya kurang dan ketika bertambah itu menjadi hal yang lebih baik. Dalam nama kudus Yesus Kristus, amin.
FILIPI, KITAB SUKACITA
Sebelum kita membahas kitab Filipi, mari kita baca dulu Kisah Para Rasul16:19-34, perhatikan ayat 25-26, demikian : 16:25 Tetapi kira-kira tengah malam Paulus dan Silas berdoa dan menyanyikan puji-pujian kepada Allah dan orang-orang hukuman lain mendengarkan mereka. 16:26 Akan tetapi terjadilah gempa bumi yang hebat, sehingga sendi-sendi penjara itu goyah; dan seketika itu juga terbukalah semua pintu dan terlepaslah belenggu mereka semua. diceritakan bahwa Paulus dan Silas menyanyikan pujian kepada Allah ketika dalam penjara, dan mereka mengalami mujizat dan terlepaslah belenggu mereka dan terbukalah pintu penjara. Dalam keadaan terpenjara, mereka menuji-muji Tuhan dengan nyanyian. Paulus mengalami suka-cita yang tidak dibatasi oleh keadaan dan lokasi, dan ia membuktikannya dalam sebuah tulisan/ surat kepada Jemaat di Filipi. Sukacita kita adalah dalam Tuhan. Kitab Filipi dikenal sebagai ‘The Book of Joy’. Jika anda menginginkan sukacita, selamilah kitab ini, karena ke-4 pasalnya semuanya ber-tema suka-cita : Pasal 1 : Suka-cita dalam penderitaan. Pasal 2 : Sukacita dalam melayani. Pasal 3 : Sukacita karena percaya. Pasal 4 : Sukacita atas berkat Tuhan. Paulus menjelaskan kualitas sukacita, ia mengalami sukacita yang terjadi pada tahun 61M saat dia dipenjara. Sukacita adalah satu tujuan dari pelayanan. Daftar sukacita dalam Surat Paulus kepada Jemaat di Filipi secara rinci adalah: 1. Sukacita dalam doa ( Filipi 1:4) 2. Sukacita dalam memberitakan Injil Kristus (Filipi 1:14-18) 3. Sukacita dalam iman ( Filipi 1:25, 3:20-21)) 4. Sukacita persahabatan (Filipi 1:26; 2:28-29; 4:1) 5. Sukacita dalam kasih dan kesatuan (Filipi 2:1-4, 2:14-15) 6. Sukacita dalam pengharapan (Filipi 2:16, 3:20-21) 7. Sukacita dalam pengorbanan (Filipi 2:17-18) 8. Sukacita atas berkat Tuhan (Filipi 4:10-13, 19) Akan mudah mendapatkan suka-cita dan mengungkapkannya dalam sebuah tulisan apabila misalnya seorang sedang berlibur di tepi pantai, dibawah sinar matahari yang cerah, ditengah pemandangan yang indah sambil meneguk minuman segar. Mudah sekali mengungkapkan sukacita ketika seorang pemuda mendapat jawaban dari gadis pujaannya dan menerima cintanya. Mudah sekali mengungkapkan sukacita ketika kita mendapatkan hadiah, penghargaan, dll. Tetapi lain lagi suka-cita yang dialami oleh Rasul Paulus, ia menuliskan kitab sukacita itu dalam keadaan ia dipenjara!. Model penjara Romawi, jaman Rasul Paulus dulu, bukan seperti penjara yang ada disini. Kita kenal ada penjara Cipinang misalnya, disana ada penjara biasa, ada juga penjara VIP. Penjara VIP ini dilengkapi AC, Kulkas dan televisi. Tetapi penjara-penjara Romawi adalah penjara yang letaknya dibawah tanah, yang gelap dan pengap, makin berat perbuatan kriminal orang itu, semakin ia ditaruh ke bagian yang lebih bawah. Anehnya Rasul Paulus menuliskan sukacita justru dari tempat seperti itu. Tulisan Paulus di Filipi bersifat paradoks. Dari dalam penjara Rasul Paulus memberi salam damai sejahtera kepada umat yang berada di luar penjara yang berada dalam situasi dan kondisi yang lebih baik, lebih damai dan sukacita. Bukan itu saja, ia mendoakan jemaat di Filipi bahkan berkali-kali dalam suratnya itu ia mengatakan agar mereka bersukacita senantiasa, dan penyarankan agar suka-cita itu meluap keluar. Paulus mengharapkan agar suratnya dapat menguatkan jemaat di Filipi yang mengalami tekanan-tekanan. Maka keadaan inilah, Paulus banyak melakukan sharing tentang keadaannya, bahwa orang yang mereka anggap sangat dekat dengan Tuhan ternyata juga mengalami hal sama seperti mereka. Orang yang mengalami keadaan seperti Paulus itu biasanya akan merasa ‘teraniaya’, marah dan jengkel, mempertanyakan ‘keadilan’ mengapa ia dipenjara. Tetapi Paulus tidak melihat dari kepentingannya sendiri sehingga ketika dia disingkirkan dan ia dipenjara, baginya itu bukan masalah, yang penting pekerjaan Tuhan tetap dijalankan. Maka jelas, sukacita yang dialami Paulus ini adalah sukacita yang sejati, yang merupakan bagian dari buah-buah Roh : Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, dan penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu. (Galatia 5:22-23) Sukacita adalah ciri khas suatu hubungan yang sejati dan sikap kerohanian yang tulus ikhlas. Sebuah keluarga yang harmonis didalamnya ada suka cita. Hubungan dengan Kristus tidak meniadakan sukacita, sebaliknya justru meningkatkannya dan menyempurnakannya. Di dalam Kitab Mazmur 16:11, Daud mengatakan: “di hadapanMu ada sukacita berlimpah dan di tangan kananMu ada nikmat senantiasa.” Ada 3 macam suka cita : 1. Sukacita jasmaniah, sukacita semacam ini dialami jika seseorang secara materi/jasmani tercukupi. 2. Sukacita emosional, adalah sukacita ketika kemutuhan emosional tercukupi, yang dialami ketika hati/perasaan tidak dilukai, perasan aman, nyaman, tenang dll. 3. Sukacita batiniah/rohaniah, adalah sukacita sejati yang tidak tergantung pada keadaan dan lokasi. Sukacita yang tidak dibuat-buat/ dicari-cari tetapi sukacita yang lahir dari dalam batin. Paulus mengalami hal sukacita type ke-3 ditengah-tengah kondisi dipenjara. Dan ia merasa apa yang ia butuhkan sudah terpenuhi karena ia menemukan Yesus Sang Juruselamat, perhatikan ayat ini : Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus, (Filipi 3:8 ) Sukacita yang tak terpengaruh keadaan/siatuasi dan kondisi, dibuktikan oleh Paulus dan Silas dengan nyanyian-nyanyian pujian mereka yang mendatangkan mujizat. Seorang yang mengalami demikian akan memiliki keberanian yang luar biasa. Mari kita pelajari kisah dibawah ini. * Kisah 14:19-20 14:19 Tetapi datanglah orang-orang Yahudi dari Antiokhia dan Ikonium dan mereka membujuk orang banyak itu memihak mereka. Lalu mereka melempari Paulus dengan batu dan menyeretnya ke luar kota, karena mereka menyangka, bahwa ia telah mati. 14:20 Akan tetapi ketika murid-murid itu berdiri mengelilingi dia, bangkitlah ia lalu masuk ke dalam kota. Keesokan harinya berangkatlah ia bersama-sama dengan Barnabas ke Derbe Kejadian itu terjadi di kota Listra (Kisah 14:8 ), Paulus mengalami penganiayaan, ia dirajam sampai ‘dikira’ mati, dan ia diseret ke luar kota. Tetapi ternyata ia tidak mati. Apakah keadan tersebut membuat nyali Paulus hilang, dan enggan kembali ke kota itu?, mari kita baca : * Kisah 14:21 Paulus dan Barnabas memberitakan Injil di kota itu dan memperoleh banyak murid. Lalu kembalilah mereka ke Listra, Ikonium dan Antiokhia. Sesuatu hal yang luar biasa, ketakutan secara manusiawi yang lazim dialami manusia setelah mengalami penganiayaan tidak membuat Paulus keder kembali ke kota Listra. Karena ada sukacita dalam melayani Kristus melebihi ketakutan ditolak orang banyak. * Filipi 4:13 Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku. Paulus menyandarkan segala perkara yang dialaminya didalam Tuhan yang memberi kekuatan kepadanya dalam pelayanan-pelayanannya. Sikap seperti ini membuatnya mampu bersyukur atas segala sesuatu dan bersyukur dalam segala sesuatu. Yang merupakan sukacita yang tidak tergantung pada situasi dan kondisi. Sukacita yang dialami Paulus ini bukan sekedar ‘think positive’ dimana kekuatan manusia menjadi ukurannya. Berpikir positif punya batasan-batasan manusiawi. Sukacita dalam Tuhan melebihi batas-batas manusiawi. Sebab Tuhan memang lebih besar dari semua masalah-masalah kita. Sukacita yang dialami Paulus ini adalah sikap sadar bahwa ada jaminan yang lebih besar dari Allah yang empunya semesta alam. * Filipi 4:4-7 “Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah! Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang. Tuhan sudah dekat! Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus.” * Mazmur 92:5 Sebab telah Kaubuat aku bersukacita, ya TUHAN, dengan pekerjaan-Mu, karena perbuatan tangan-Mu aku akan bersorak-sorai.
Menjadi Berkat Walau Dalam Penderitaan
Pengertian kita secara umum, kehidupan boleh menjadi berkat bagi orang lain apabila kita hidup tanpa masalah, semuanya dalam keadaan aman terkendali. Kita boleh menjadi berkat, apabila dompet masih tebal, kantong masih berisi, kondisi kesehatan dalam keadaan prima dan keluarga semuanya baik-baik saja. Dalam perikop yang menjadi bahan renungan persekutuan kita malam ini, justru Paulus menceritakan kesaksian hidupnya, yang justru menjadi berkat dalam banyak penderitaan dan pergumulan.
Setiap orang diantara kita tentu bisa membandingkan tingkat penderitaan yang pernah kita alami dengan penderitaan yang dialami Paulus. Sebelum menjadi pengikut Kristus, ketika ia masih bernama Saulus, ia adalah seorang tokoh pimpinan pemuda radikal kaum Yahudi. Ia seorang teolog keluaran perguruan tinggi terbaik di Israel, ia adalah seorang anggota kelompok Farisi yang merupakan pimpinan masyarakat pada waktu itu. Dalam keberadaannya ini, ia memiliki segala sesuatu untuk dapat dibanggakan. Ia menyebutkan secara terus terang bahwa sebelum menjadi pengikut Kristus, ia malah menjadi seorang penganiaya umat Kristiani.
Ketika memutuskan mengikut Yesus, Paulus kehilangan semua yang dimilikinya, jabatannya, miliknya dan teman-temannya. Tetapi sungguh mengherankan, justru dalam keadaan seperti ini, ia mengatakan bahwa dibandingkan dengan sukacita yang dialaminya kini, kehidupannya yang lama ia anggap sebagai sampah. Apakah gerangan yang menyebabkan terjadinya perubahan yang di luar akal pikiran manusia ini? Marilah kita bersama-sama merenungkannya bersama-sama sehingga setiap kita juga boleh menjadi berkat dalam kehidupan kita, terlepas dari betapa banyaknya pergumulan kita.
Kasih karunia Allah adalah dasar kehidupan yang diberkati (ay 1-3)
Sumber dari segala berkat adalah Allah sendiri. Ia memberikan berkat bagi orang-orang yang telah diselamatkan. Orang-orang yang diselamatkan adalah mereka yang menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat-nya. Darah Yesus yang dicurahkan dan tubuhNya yang dihancurkan di kayu salib itu adalah korban penebusan bagi dosa manusia. Masalahnya, apakah kita percaya kepada Yesus. Percaya disini, berarti bersedia menjalankan FirmanNya, bersedia untuk diubah oleh Roh Kudus sehingga kita memiliki suatu karakter Kristiani yang semakin lama semakin disempurnakan.
Dewasa ini, Tuhan sedang menyaksikan kepada dunia ini bahwa Ia memberkati orang-orang yang dikasihiNya, sama seperti Ia memberkati kehidupan Paulus dan para rasul lainnya, sama seperti ia memberkati kehidupan Abraham, Yusuf, Musa, Yosua dan tokoh-tokoh Alkitab lainnya. Kalau kita merasa kehidupan kita masih belum diberkati, kesalahannya adalah pada kita dan bukan pada pihak Tuhan, atau barangkali mata rohani kita belum tercelik, bahwa Ia sesungguhnya sudah memberkati kita dengan limpah. Apabila kita masih bernafas, bukankah ini suatu berkat besar ?
Bersabar dalam penderitaan (ay 4-8)
Sabar adalah kata kunci dalam hidup berkemenangan. Kita boleh jadi punya pengalaman-pengalaman pahit oleh karena ketidaksabaran kita. Buru-buru jalan jadi terpelecok, buru-buru ambil putusan beli barang jadinya rugi. Apabila ada badai atau kesesakan sedang melanda hidup kita, bersabarlah. Badai pasti berlalu, Tuhan selalu menyediakan pertolongan tepat pada waktunya. Tuhan memberi berkat kepada orang yang sabar.
Dalam Roma 12:12, Rasul Paulus menuliskan :”Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa”. Doa adalah sarana komunikasi langsung dengan Bapa Surgawi, menguatkan kita dalam pergumulan kita dan memampukan kita untuk bersikap sabar. Alangkah sayangnya apabila fasilitas ini tidak dimanfaatkan, yang sebenarnya dapat digunakan oleh setiap orang percaya.
Tidak dikenal namun menjadi orang terkenal (ay 9a)
Kebanyakan para rasul, bukanlah orang yang terkenal, bahkan berasal dari lapisan masyarakat bawah. Petrus, Yakobus dan Yohannes adalah nelayan-nelayan tanpa pendidikan. Namun pada waktu mereka memutuskan untuk mengikut Yesus, kehidupan mereka berubah secara total dan menjadi orang terkenal, pelayanan mereka menjadi berkat bagi banyak orang.
Dewasa ini, ada banyak keluarga yang secara formal adalah orang Kristen namun sikap kekristenannya belum dinyatakan dalam sikap hidup mereka. Sudah Kristen, tapi masih ke dukun dan main judi. Di tengah keluarga seperti ini, diperlukan pahlawan iman, yaitu seorang anggota keluarga yang percaya utuk membawa agar saudara-saudara lain ikut diselamatkan oleh Tuhan.
Nyaris mati namun tetap hidup (ay 9b)
Kehidupan Paulus adalah kehidupan yang nyerempet-nyerempet bahaya. Dirampok dalam perjalanan, kapal karan, dimasukkan ke dalam penjara dan dipecut dengan cambuk adalah kepahitan-kepahitan hidup yang sering dialami oleh Paulus. Melalui penderitaannya, ia menyaksikan Yesus yang bekerja dalam hidupnya. Justru dalam keadaan yang begitu berat, Paulus senantiasa memancarkan cahaya kehidupan yang bersukacita seperti tampak dalam tulisan-tulisannya, diantaranya ada yang ditulis dari dalam penjara.
Melangkah dengan iman sering tampak bagi orang luar sebagai kehidupan yang berbahaya. Langkah iman Abraham meninggalkan tanah Haran, adalah kehidupan menempuh jalan berbahaya. Dan pada umumnya, dalam kacamata pikiran manusia, langkah iman itu adalah langkah yang mengandung resiko karena ada banyak hal di depan yang tidak diketahui.
Bersukacita senantiasa (ay 10a)
Dalam Filipi 4:4, Paulus menulis: “ Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!” Sikap bersukacita selalu tampak dalam kehidupan Paulus, betapapun buruk keadaan yang sedang diahadapinya. Dalam keadaan terpasung di penjara Filipi yang gelap, bersama rekan sekerjanya Silas, ia mampu bernyanyi memuji Tuhan.
Bersukacita dalam duka, adalah suatu sikap yang tidak bisa dipahami akal pikiran manusia. Pasti ada kuasa yang luar biasa yang telah memampukannya melakukan itu semua, kuasa itu adalah kuasa Tuhan, Allah yang Maha Tinggi, kuasa Tuhan Yesus, kuasa Roh Kudus. Didalam persekutuan yang erat dengan Tuhan Yesus, ada selalu perasaan sukacita dalam hati kita, tidak tergantung pada kondisi.
Hambatan untuk bersukacita bukan datang dari suatu keadaan yang buruk, tetapi datang dari hati kita sendiri. Keeratan kita dengan dunia ini, membawa begitu banyak ketidakpuasan dan kekecewaan. Harta dan kekayaan, jabatan dan kuasa serta status sosial tidak memberikan perasaan sukacita, malah seringkali memberi perasaan tidak aman, kuatir dan tidak memberi rasa puas.
Miskin namun menjadi berkat melimpah (ay 10b)
Secara harta materi, tentu saja Paulus adalah seorang miskin. Bukan saja dia, tetapi juga Yesus dalam pelayannya di dunia ini adalah seorang miskin, tidak punya rumah, tanah dan semacamnya. Kita perlu angkat masalah kemiskinan ini, karena ada banyak orang yang segan atau tidak mau melayani karena menganggap dirinya miskin, padahal pelayanan tidaklah ditentukan oleh kekayaan kita melainkan oleh ketergerakan hati kita.
Paulus, seorang rasul bagi orang bukan Yahudi, seperti dia menyebut dirinya, telah menjadi saluran berkat keselamatan dari Kristus Yesus. Surat-surat kirimannya yang merupakan surat-surat penggembalaan bagi berbagai jemaat di Asia Kecil dan Eropah bagian selatan pada waktu itu, kini merupakan bagian dari Alkitab. Surat-surat yang ditulisnya dengan ilham Roh Kudus, menjadi referensi agar kita yang hidup pada masa kemudian semakin dapat mengenal Allah dan karya keselamatannya.
Penutup
Kehidupan yang berkemenangan adalah kehidupan yang memiliki arti bagi sesama. Pengertian sesama di sini, tentulah lebih luas dari hanya sekedar mengasihi keluarga (perampok juga mengasihi keluarganya), tetapi dapat menjangkau bagian masyarakat yang lebih luas, apakah itu dalam keluarga, pekerjaan atau kehidupan kita dalam masyarakat.
Kehidupan dapat menjadi berkat, tidak tergantung keadaan kita sedang dalam kesesakan, penderitaan atau pergumulan. Sering sekali, dalam pergumulan dan kesesakan, pelayanan kita juga meningkat, karena kita banyak bersekutu dan berdoa kepada Tuhan. Ada hamba Tuhan yang dapat berkhotbah berapi-api manakala ia sedang berada dalam pergumulan yang berat, karena doanya akan lebih kencang dan lebih sungguh-sungguh.
Penderitaan dan pergumulan memang sudah menjadi bagian yang tak terelakkan dalam hidup kita, tetapi alangkah berbahagianya kita, apabila dalam keadaan seperti itu, kita bisa tetap merasa sukacita dan tetap menjadi berkat bagi sesama kita. Tuhan memberkati kita sekalian. Amin.
Keselamatan Adalah Berkat Terbesar
Belajar Dari Kitab Yesaya (Yes 52:14 – 53:12)
================================
Pengantar
Kitab Yesaya dapat dianggap sebagai sebuah Alkitab mini. Perhatikanlah, bahwa Alkitab berisi 66 kitab, yang terdiri dari 39 kitab Perjanjian Lama dan 29 kitab Perjanjian Baru, sedangkan kitab Nabi Yesaya terdiri dari 66 pasal yang terdiri dari 2 bagian, bagian pertama terdiri dari 39 pasal dan bagian kedua terdiri dari 29 pasal. Pasal 40 memuat pernyataan yang berbunyi : “Persiapkanlah di padang gurun jalan untuk Tuhan, luruskanlah di padang belantara jalan raya bagi Allah kita!” . Kalimat yang sama diucapkan oleh Nabi Yohanes Pembabtis pada bagian awal kitab Injil. Pasal penutup dari kitab Yesaya berbicara tentang “langit yang baru dan bumi yang baru”. Kitab Wahyu, kitab penutup dari Perjanjian Baru berbicara pula persis tentang hal yang sama.
Bagian yang kita renungkan dalam persekutuan malam ini adalah sebuah Injil mini yang menubuatkan kelahiran, pelayanan, kematian dan kebangkitannya. Sungguh indah dan sempurna, nubuatan ini. Membuat kita terkagum-kagum akan karya Tuhan melalui Nabi Yesaya. Dengan jelas, Yesaya telah menubuatkan bahwa Mesias yang akan datang itu adalah Mesias yang menderita yang “buruk rupanya, bukan seperti manusia lagi”. Nubuatan digenapkan oleh kehadiran Yesus yang dilahirkan di kandang hewan, dibaringkan di palungan, bukan seperti bayi manusia pada umumnya. Mata rohani bangsa Israel tertutup, tidak bisa melihat kehadiran Mesias yang miskin, lahir dari keluarga sederhana dan mati mengenaskan secara tersalib. Siapa yang bisa menduga rancangan Tuhan bahwa berkat terbesar yang disampaikan-Nya adalah melalui seorang Mesias yang buruk rupa.
Kehadiran Yesus memberi pencerahan terbesar dalam sejarah umat manusia, yang masih tetap penting sampai sekarang ini dan masa yang akan datang, bahwa Tuhan mengampuni manusia, bahwa Ia menebus dosa umat manusia dengan mengorbankan dirinya, dengan cara merendahkan dirinya pada suatu tingkat yang tidak bisa dimengerti oleh manusia. Peristiwa ini perlu sering kita renungkan dalam hati kita dan kita bicarakan dalam persekutuan kita, sehingga kita akan tertemplak ketika kita mulai tinggi hati dan bersungut-sungut.
Penderitaan Yesus sebagai saluran berkat (Yes 52:13 – 52:4, 7-9)
Manusia, dari segala macam agama, biasanya membangun rumah yang megah bahkan mewah dan mahal. Pada waktu kita melihat gambar gedung-gedung yang indah itu, yang tampak justru kekuatan dan kekuasaan manusia itu sendiri, bukan kekuatan dan kekuasaan Tuhan. Adakalanya, bangunan itu terasa asing bagi manusia. Gedung-gedung megah itu memang indah, tetapi tidak memiliki kemampuan untuk bersambung hati dengan manusia yang pada dasarnya adalah umat yang menderita.
Yesus memilih kehadirannya di dunia ini sebagai seorang yang miskin tidak punya apa-apa, walau Ia sebenarnya adalah pemilik segala sesuatu karena Ia yang menciptakan alam semesta dengan segenap isinya. Ia mampu menanggung kehinaan yang besar walau Ia sebenarnya adalah Allah yang mulia. Melalui kehadiran Yesus sebagai manusia lapisan paling bawah, Allah menyatakan solidaritasnya dengan manusia yang menderita, tidak peduli asalnya apakah laki-laki atau perempuan, berpendidikan atau tidak, kaya atau tidak, gagah atau tidak Mungkin kita akan berkata bahwa tidak semua manusia menderita, misalnya para konglomerat dan orang-orang kaya lainnya. Tetapi Yesus memperlihatkan bahwa orang-orang kaya, yang diwakili oleh Zakeus dan Matius dalam Injil, juga menderita kekeringan rohani yang sangat.
Sebagai Mesias yang menderita, Yesus pastilah mengetahui apa arti penderitaan dan pergumulan hidup kita. Betapa besar-pun pergumulan kita, Yesus mengetahuinya. Ia menangis pada waktu kita menangis, Ia juga bersukacita pada waktu kita bersukacita. Oleh karena itu Ia sering disebut sebagai Sahabat Sejati. Kehadiran Yesus menunggang-balikkan pemahaman manusia tentang Allah. Sebelumnya, seperti juga masih dianut oleh banyak agama di dunia, Allah adalah Tuhan yang jauh dari kediaman manusia. Kehadiran Yesus memperlihatkan bahwa Tuhan dekat dengan umat-Nya, bahkan pada masa kini Ia tinggal sebagai Allah Roh Kudus dalam hati orang-orang percaya.
Yesus telah mengalahkan penderitaan. Pada bagian akhir setelah penyaliban-Nya, Ia bangkit dari kubur dan mengalahkan kematian. Dengan demikian, kematian sebagai musuh manusia yang mengerikan, kini tidak perlu ditakuti lagi. Penderitaan dalam pelayanan adalah suatu pengorbanan,dan pengorbanan adalah kasih. Yesus telah mengorbankan diri-Nya karena Ia mengasihi manusia. Penderitaan Yesus adalah saluran berkat kasih Allah bagi manusia.
Keselamatan sebagai berkat Allah terbesar bagi manusia (Yes 53:5-6, 10)
Ada rupa-rupa berkat. Ada berkat kesehatan, berkat umur panjang, ada berkat kecukupan makanan, minuman, pakaian dan lain-lain. Ada banyak berkat Tuhan yang diberikannya bagi umat manusia. Menikmati cahaya matahari dan menghirup udara secara gratis adalah juga berkat yang sering dilupakan manusia. Ada juga berkat yang sudah Tuhan berikan sebagai suatu berkat, tetapi kita tidak menyadarinya. Suatu pergumulan misalnya, boleh jadi adalah suatu berkat yang terselubung. Mungkin juga kita tidak dapat melihat berkat yang Tuhan sudah berikan karena mata rohani kita ditutupi oleh kedegilan hati kita sendiri yang terlalu mementingkan diri sendiri.
Diantara begitu banyak berkat yang diberikan-Nya, yang terbesar diantaranya adalah berkat keselamatan. Kita yang seharusnya mati oleh dosa dan pelanggaran kita mendapat pengampunan penuh daripada-Nya. Peristiwa inilah yang dinubuatkan oleh nabi Yesaya. Yesus telah menjadi Anak Domba yang dikorbankan sebagai tebusan atas dosa-dosa kita.
Peristiwa penyaliban seyogyanya dirayakan dengan suatu perasaan sukacita yang besar, karena melalui peristiwa itu kita diselamatkan. Bagaimanakah sikap hati kita dalam menyambut keselamatan itu? Bersorak-sorak dan bersukacita, bukan? Ada umat Kristiani yang merayakan Jumat Agung dengan rasa haru dan duka. Untuk lebih mendramatisir, ada yang melakukan prosesi acara di kuburan atau seperti kita lihat di Filipina, ada prosesi manusia disalib yang diarak oleh jemaat. Ketika Minggu Kebangkitan tiba, jemaat merayakannya dengan gembira, hal ini memang wajar dilakukan demikian. Secara umum, pada waktu Jumat Agung jemaat berduka dan pada Minggu Kebangkitan jemaat bersukacita.
Tuhan Yesus tidak senang apabila kita meratapi penyaliban-Nya karena Ia mengatakan kepada kita: “Tangisilah dirimu dan anak-anakmu”. Kita tidak perlu menangisi Yesus. Kalau kita mengeluarkan air mata, biarlah itu timbul dari rasa sukacita dan pertobatan yang mendalam, karena kita terharu sudah diselamatkan oleh Tuhan Yesus.
Hidup berkelimpahan sebagai berkat Allah bagi orang percaya (Yes 53:11-12)a
Bagaimanakah hidup seorang yang sudah diselamatkan? Pada titik ekstrim, ada dua pandangan teologi tentang hal ini. Ekstrim pertama adalah teologia sukses, yaitu pandangan bahwa kehidupan mengiring Yesus adalah suatu kehidupan yang penuh dengan keberhasilan. Ekstrim kedua adalah teologia penderitaan yang memandang bahwa panggilan hidup pengikut Kristus di dunia ini adalah hidup menderita. Secara melankolis mereka menyanyikan : “I doni ingan tangis kap, I Surga kap senang (Dunia adalah tempat menangis, di Sorga senang)”. Umumnya, gereja yang memiliki pandangan pertama akan lebih dipenuhi oleh jemaat dibandingan dengan gereja yang memiliki pandangan kedua. Siapa yang suka datang ke gereja yang mengajarkan jemaatnya untuk menderita?
Apabila kita jujur, kita dapat mengatakan bahwa tidak ada kehidupan yang sepenuhnya adalah keberhasilan dan di sisi lain, tidak ada kehidupan yang melulu diisi oleh penderitaan. Hidup ini diisi oleh keberhasilan dan kegagalan dan oleh kesenangan serta penderitaan. Tetapi, bagaimanapun keadaan kita pada suatu waktu, Yesus mengatakan: “Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan”. Tuhan memberikan kepada kita lebih dari apa yang kita butuhkan (bukan yang kita inginkan) dan bukan hanya hal-hal bersifat materi. Kesehatan kita, keluarga yang rukun misalnya adalah berkat yang tidak dapat diukur dengan uang.
Selain hidup berkelimpahan, Tuhan menjanjikan kita hidup yang damai dan sejahtera. Pergumulan boleh ada, tetapi sukacita selalu ada di hati. Pada waktu dalam penderitaan dan pergumulan, Tuhan akan memberikan jalan keluarnya.
Penutup
Yesus datang ke dunia ini menjadi saluran bagi umat manusia. Berkat terbesar yang diterima manusia adalah keselamatan. Disamping itu Yesus menjanjikan hidup berkelimpahan bagi para murid-Nya. Tuhan sama sekali tidak bermaksud agar berkat yang kita terima berhenti hanya pada diri kita saja tetapi Ia memberikan telada agar kita juga dapat menyalurkannya bagi orang lain.
Setiap jemaat GIKI kiranya dapat menjadi saluran berkat bagi orang lain. Setiap anggota keluarga di rumah memberikan berkat bagi anggota-anggota yang lain. Janganlah Bapak atau Ibu yang di rumah sering mengeluh karena penyakit, karena kekurangan ini dan itu. Berikanlah berkat bagi yang lain. Dengan tidak mengeluh kita sudah menjadi berkat. Dengan tersenyum kita sudah menjadi berkat. Dengan tidak sering minta dimanjakan kita sudah menjadi berkat. Dengan tidak sering menuntut kita sudah menjadi berkat. Terpujilah nama Tuhan, amin!
Setiap orang diantara kita tentu bisa membandingkan tingkat penderitaan yang pernah kita alami dengan penderitaan yang dialami Paulus. Sebelum menjadi pengikut Kristus, ketika ia masih bernama Saulus, ia adalah seorang tokoh pimpinan pemuda radikal kaum Yahudi. Ia seorang teolog keluaran perguruan tinggi terbaik di Israel, ia adalah seorang anggota kelompok Farisi yang merupakan pimpinan masyarakat pada waktu itu. Dalam keberadaannya ini, ia memiliki segala sesuatu untuk dapat dibanggakan. Ia menyebutkan secara terus terang bahwa sebelum menjadi pengikut Kristus, ia malah menjadi seorang penganiaya umat Kristiani.
Ketika memutuskan mengikut Yesus, Paulus kehilangan semua yang dimilikinya, jabatannya, miliknya dan teman-temannya. Tetapi sungguh mengherankan, justru dalam keadaan seperti ini, ia mengatakan bahwa dibandingkan dengan sukacita yang dialaminya kini, kehidupannya yang lama ia anggap sebagai sampah. Apakah gerangan yang menyebabkan terjadinya perubahan yang di luar akal pikiran manusia ini? Marilah kita bersama-sama merenungkannya bersama-sama sehingga setiap kita juga boleh menjadi berkat dalam kehidupan kita, terlepas dari betapa banyaknya pergumulan kita.
Kasih karunia Allah adalah dasar kehidupan yang diberkati (ay 1-3)
Sumber dari segala berkat adalah Allah sendiri. Ia memberikan berkat bagi orang-orang yang telah diselamatkan. Orang-orang yang diselamatkan adalah mereka yang menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat-nya. Darah Yesus yang dicurahkan dan tubuhNya yang dihancurkan di kayu salib itu adalah korban penebusan bagi dosa manusia. Masalahnya, apakah kita percaya kepada Yesus. Percaya disini, berarti bersedia menjalankan FirmanNya, bersedia untuk diubah oleh Roh Kudus sehingga kita memiliki suatu karakter Kristiani yang semakin lama semakin disempurnakan.
Dewasa ini, Tuhan sedang menyaksikan kepada dunia ini bahwa Ia memberkati orang-orang yang dikasihiNya, sama seperti Ia memberkati kehidupan Paulus dan para rasul lainnya, sama seperti ia memberkati kehidupan Abraham, Yusuf, Musa, Yosua dan tokoh-tokoh Alkitab lainnya. Kalau kita merasa kehidupan kita masih belum diberkati, kesalahannya adalah pada kita dan bukan pada pihak Tuhan, atau barangkali mata rohani kita belum tercelik, bahwa Ia sesungguhnya sudah memberkati kita dengan limpah. Apabila kita masih bernafas, bukankah ini suatu berkat besar ?
Bersabar dalam penderitaan (ay 4-8)
Sabar adalah kata kunci dalam hidup berkemenangan. Kita boleh jadi punya pengalaman-pengalaman pahit oleh karena ketidaksabaran kita. Buru-buru jalan jadi terpelecok, buru-buru ambil putusan beli barang jadinya rugi. Apabila ada badai atau kesesakan sedang melanda hidup kita, bersabarlah. Badai pasti berlalu, Tuhan selalu menyediakan pertolongan tepat pada waktunya. Tuhan memberi berkat kepada orang yang sabar.
Dalam Roma 12:12, Rasul Paulus menuliskan :”Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa”. Doa adalah sarana komunikasi langsung dengan Bapa Surgawi, menguatkan kita dalam pergumulan kita dan memampukan kita untuk bersikap sabar. Alangkah sayangnya apabila fasilitas ini tidak dimanfaatkan, yang sebenarnya dapat digunakan oleh setiap orang percaya.
Tidak dikenal namun menjadi orang terkenal (ay 9a)
Kebanyakan para rasul, bukanlah orang yang terkenal, bahkan berasal dari lapisan masyarakat bawah. Petrus, Yakobus dan Yohannes adalah nelayan-nelayan tanpa pendidikan. Namun pada waktu mereka memutuskan untuk mengikut Yesus, kehidupan mereka berubah secara total dan menjadi orang terkenal, pelayanan mereka menjadi berkat bagi banyak orang.
Dewasa ini, ada banyak keluarga yang secara formal adalah orang Kristen namun sikap kekristenannya belum dinyatakan dalam sikap hidup mereka. Sudah Kristen, tapi masih ke dukun dan main judi. Di tengah keluarga seperti ini, diperlukan pahlawan iman, yaitu seorang anggota keluarga yang percaya utuk membawa agar saudara-saudara lain ikut diselamatkan oleh Tuhan.
Nyaris mati namun tetap hidup (ay 9b)
Kehidupan Paulus adalah kehidupan yang nyerempet-nyerempet bahaya. Dirampok dalam perjalanan, kapal karan, dimasukkan ke dalam penjara dan dipecut dengan cambuk adalah kepahitan-kepahitan hidup yang sering dialami oleh Paulus. Melalui penderitaannya, ia menyaksikan Yesus yang bekerja dalam hidupnya. Justru dalam keadaan yang begitu berat, Paulus senantiasa memancarkan cahaya kehidupan yang bersukacita seperti tampak dalam tulisan-tulisannya, diantaranya ada yang ditulis dari dalam penjara.
Melangkah dengan iman sering tampak bagi orang luar sebagai kehidupan yang berbahaya. Langkah iman Abraham meninggalkan tanah Haran, adalah kehidupan menempuh jalan berbahaya. Dan pada umumnya, dalam kacamata pikiran manusia, langkah iman itu adalah langkah yang mengandung resiko karena ada banyak hal di depan yang tidak diketahui.
Bersukacita senantiasa (ay 10a)
Dalam Filipi 4:4, Paulus menulis: “ Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!” Sikap bersukacita selalu tampak dalam kehidupan Paulus, betapapun buruk keadaan yang sedang diahadapinya. Dalam keadaan terpasung di penjara Filipi yang gelap, bersama rekan sekerjanya Silas, ia mampu bernyanyi memuji Tuhan.
Bersukacita dalam duka, adalah suatu sikap yang tidak bisa dipahami akal pikiran manusia. Pasti ada kuasa yang luar biasa yang telah memampukannya melakukan itu semua, kuasa itu adalah kuasa Tuhan, Allah yang Maha Tinggi, kuasa Tuhan Yesus, kuasa Roh Kudus. Didalam persekutuan yang erat dengan Tuhan Yesus, ada selalu perasaan sukacita dalam hati kita, tidak tergantung pada kondisi.
Hambatan untuk bersukacita bukan datang dari suatu keadaan yang buruk, tetapi datang dari hati kita sendiri. Keeratan kita dengan dunia ini, membawa begitu banyak ketidakpuasan dan kekecewaan. Harta dan kekayaan, jabatan dan kuasa serta status sosial tidak memberikan perasaan sukacita, malah seringkali memberi perasaan tidak aman, kuatir dan tidak memberi rasa puas.
Miskin namun menjadi berkat melimpah (ay 10b)
Secara harta materi, tentu saja Paulus adalah seorang miskin. Bukan saja dia, tetapi juga Yesus dalam pelayannya di dunia ini adalah seorang miskin, tidak punya rumah, tanah dan semacamnya. Kita perlu angkat masalah kemiskinan ini, karena ada banyak orang yang segan atau tidak mau melayani karena menganggap dirinya miskin, padahal pelayanan tidaklah ditentukan oleh kekayaan kita melainkan oleh ketergerakan hati kita.
Paulus, seorang rasul bagi orang bukan Yahudi, seperti dia menyebut dirinya, telah menjadi saluran berkat keselamatan dari Kristus Yesus. Surat-surat kirimannya yang merupakan surat-surat penggembalaan bagi berbagai jemaat di Asia Kecil dan Eropah bagian selatan pada waktu itu, kini merupakan bagian dari Alkitab. Surat-surat yang ditulisnya dengan ilham Roh Kudus, menjadi referensi agar kita yang hidup pada masa kemudian semakin dapat mengenal Allah dan karya keselamatannya.
Penutup
Kehidupan yang berkemenangan adalah kehidupan yang memiliki arti bagi sesama. Pengertian sesama di sini, tentulah lebih luas dari hanya sekedar mengasihi keluarga (perampok juga mengasihi keluarganya), tetapi dapat menjangkau bagian masyarakat yang lebih luas, apakah itu dalam keluarga, pekerjaan atau kehidupan kita dalam masyarakat.
Kehidupan dapat menjadi berkat, tidak tergantung keadaan kita sedang dalam kesesakan, penderitaan atau pergumulan. Sering sekali, dalam pergumulan dan kesesakan, pelayanan kita juga meningkat, karena kita banyak bersekutu dan berdoa kepada Tuhan. Ada hamba Tuhan yang dapat berkhotbah berapi-api manakala ia sedang berada dalam pergumulan yang berat, karena doanya akan lebih kencang dan lebih sungguh-sungguh.
Penderitaan dan pergumulan memang sudah menjadi bagian yang tak terelakkan dalam hidup kita, tetapi alangkah berbahagianya kita, apabila dalam keadaan seperti itu, kita bisa tetap merasa sukacita dan tetap menjadi berkat bagi sesama kita. Tuhan memberkati kita sekalian. Amin.
Keselamatan Adalah Berkat Terbesar
Belajar Dari Kitab Yesaya (Yes 52:14 – 53:12)
================================
Pengantar
Kitab Yesaya dapat dianggap sebagai sebuah Alkitab mini. Perhatikanlah, bahwa Alkitab berisi 66 kitab, yang terdiri dari 39 kitab Perjanjian Lama dan 29 kitab Perjanjian Baru, sedangkan kitab Nabi Yesaya terdiri dari 66 pasal yang terdiri dari 2 bagian, bagian pertama terdiri dari 39 pasal dan bagian kedua terdiri dari 29 pasal. Pasal 40 memuat pernyataan yang berbunyi : “Persiapkanlah di padang gurun jalan untuk Tuhan, luruskanlah di padang belantara jalan raya bagi Allah kita!” . Kalimat yang sama diucapkan oleh Nabi Yohanes Pembabtis pada bagian awal kitab Injil. Pasal penutup dari kitab Yesaya berbicara tentang “langit yang baru dan bumi yang baru”. Kitab Wahyu, kitab penutup dari Perjanjian Baru berbicara pula persis tentang hal yang sama.
Bagian yang kita renungkan dalam persekutuan malam ini adalah sebuah Injil mini yang menubuatkan kelahiran, pelayanan, kematian dan kebangkitannya. Sungguh indah dan sempurna, nubuatan ini. Membuat kita terkagum-kagum akan karya Tuhan melalui Nabi Yesaya. Dengan jelas, Yesaya telah menubuatkan bahwa Mesias yang akan datang itu adalah Mesias yang menderita yang “buruk rupanya, bukan seperti manusia lagi”. Nubuatan digenapkan oleh kehadiran Yesus yang dilahirkan di kandang hewan, dibaringkan di palungan, bukan seperti bayi manusia pada umumnya. Mata rohani bangsa Israel tertutup, tidak bisa melihat kehadiran Mesias yang miskin, lahir dari keluarga sederhana dan mati mengenaskan secara tersalib. Siapa yang bisa menduga rancangan Tuhan bahwa berkat terbesar yang disampaikan-Nya adalah melalui seorang Mesias yang buruk rupa.
Kehadiran Yesus memberi pencerahan terbesar dalam sejarah umat manusia, yang masih tetap penting sampai sekarang ini dan masa yang akan datang, bahwa Tuhan mengampuni manusia, bahwa Ia menebus dosa umat manusia dengan mengorbankan dirinya, dengan cara merendahkan dirinya pada suatu tingkat yang tidak bisa dimengerti oleh manusia. Peristiwa ini perlu sering kita renungkan dalam hati kita dan kita bicarakan dalam persekutuan kita, sehingga kita akan tertemplak ketika kita mulai tinggi hati dan bersungut-sungut.
Penderitaan Yesus sebagai saluran berkat (Yes 52:13 – 52:4, 7-9)
Manusia, dari segala macam agama, biasanya membangun rumah yang megah bahkan mewah dan mahal. Pada waktu kita melihat gambar gedung-gedung yang indah itu, yang tampak justru kekuatan dan kekuasaan manusia itu sendiri, bukan kekuatan dan kekuasaan Tuhan. Adakalanya, bangunan itu terasa asing bagi manusia. Gedung-gedung megah itu memang indah, tetapi tidak memiliki kemampuan untuk bersambung hati dengan manusia yang pada dasarnya adalah umat yang menderita.
Yesus memilih kehadirannya di dunia ini sebagai seorang yang miskin tidak punya apa-apa, walau Ia sebenarnya adalah pemilik segala sesuatu karena Ia yang menciptakan alam semesta dengan segenap isinya. Ia mampu menanggung kehinaan yang besar walau Ia sebenarnya adalah Allah yang mulia. Melalui kehadiran Yesus sebagai manusia lapisan paling bawah, Allah menyatakan solidaritasnya dengan manusia yang menderita, tidak peduli asalnya apakah laki-laki atau perempuan, berpendidikan atau tidak, kaya atau tidak, gagah atau tidak Mungkin kita akan berkata bahwa tidak semua manusia menderita, misalnya para konglomerat dan orang-orang kaya lainnya. Tetapi Yesus memperlihatkan bahwa orang-orang kaya, yang diwakili oleh Zakeus dan Matius dalam Injil, juga menderita kekeringan rohani yang sangat.
Sebagai Mesias yang menderita, Yesus pastilah mengetahui apa arti penderitaan dan pergumulan hidup kita. Betapa besar-pun pergumulan kita, Yesus mengetahuinya. Ia menangis pada waktu kita menangis, Ia juga bersukacita pada waktu kita bersukacita. Oleh karena itu Ia sering disebut sebagai Sahabat Sejati. Kehadiran Yesus menunggang-balikkan pemahaman manusia tentang Allah. Sebelumnya, seperti juga masih dianut oleh banyak agama di dunia, Allah adalah Tuhan yang jauh dari kediaman manusia. Kehadiran Yesus memperlihatkan bahwa Tuhan dekat dengan umat-Nya, bahkan pada masa kini Ia tinggal sebagai Allah Roh Kudus dalam hati orang-orang percaya.
Yesus telah mengalahkan penderitaan. Pada bagian akhir setelah penyaliban-Nya, Ia bangkit dari kubur dan mengalahkan kematian. Dengan demikian, kematian sebagai musuh manusia yang mengerikan, kini tidak perlu ditakuti lagi. Penderitaan dalam pelayanan adalah suatu pengorbanan,dan pengorbanan adalah kasih. Yesus telah mengorbankan diri-Nya karena Ia mengasihi manusia. Penderitaan Yesus adalah saluran berkat kasih Allah bagi manusia.
Keselamatan sebagai berkat Allah terbesar bagi manusia (Yes 53:5-6, 10)
Ada rupa-rupa berkat. Ada berkat kesehatan, berkat umur panjang, ada berkat kecukupan makanan, minuman, pakaian dan lain-lain. Ada banyak berkat Tuhan yang diberikannya bagi umat manusia. Menikmati cahaya matahari dan menghirup udara secara gratis adalah juga berkat yang sering dilupakan manusia. Ada juga berkat yang sudah Tuhan berikan sebagai suatu berkat, tetapi kita tidak menyadarinya. Suatu pergumulan misalnya, boleh jadi adalah suatu berkat yang terselubung. Mungkin juga kita tidak dapat melihat berkat yang Tuhan sudah berikan karena mata rohani kita ditutupi oleh kedegilan hati kita sendiri yang terlalu mementingkan diri sendiri.
Diantara begitu banyak berkat yang diberikan-Nya, yang terbesar diantaranya adalah berkat keselamatan. Kita yang seharusnya mati oleh dosa dan pelanggaran kita mendapat pengampunan penuh daripada-Nya. Peristiwa inilah yang dinubuatkan oleh nabi Yesaya. Yesus telah menjadi Anak Domba yang dikorbankan sebagai tebusan atas dosa-dosa kita.
Peristiwa penyaliban seyogyanya dirayakan dengan suatu perasaan sukacita yang besar, karena melalui peristiwa itu kita diselamatkan. Bagaimanakah sikap hati kita dalam menyambut keselamatan itu? Bersorak-sorak dan bersukacita, bukan? Ada umat Kristiani yang merayakan Jumat Agung dengan rasa haru dan duka. Untuk lebih mendramatisir, ada yang melakukan prosesi acara di kuburan atau seperti kita lihat di Filipina, ada prosesi manusia disalib yang diarak oleh jemaat. Ketika Minggu Kebangkitan tiba, jemaat merayakannya dengan gembira, hal ini memang wajar dilakukan demikian. Secara umum, pada waktu Jumat Agung jemaat berduka dan pada Minggu Kebangkitan jemaat bersukacita.
Tuhan Yesus tidak senang apabila kita meratapi penyaliban-Nya karena Ia mengatakan kepada kita: “Tangisilah dirimu dan anak-anakmu”. Kita tidak perlu menangisi Yesus. Kalau kita mengeluarkan air mata, biarlah itu timbul dari rasa sukacita dan pertobatan yang mendalam, karena kita terharu sudah diselamatkan oleh Tuhan Yesus.
Hidup berkelimpahan sebagai berkat Allah bagi orang percaya (Yes 53:11-12)a
Bagaimanakah hidup seorang yang sudah diselamatkan? Pada titik ekstrim, ada dua pandangan teologi tentang hal ini. Ekstrim pertama adalah teologia sukses, yaitu pandangan bahwa kehidupan mengiring Yesus adalah suatu kehidupan yang penuh dengan keberhasilan. Ekstrim kedua adalah teologia penderitaan yang memandang bahwa panggilan hidup pengikut Kristus di dunia ini adalah hidup menderita. Secara melankolis mereka menyanyikan : “I doni ingan tangis kap, I Surga kap senang (Dunia adalah tempat menangis, di Sorga senang)”. Umumnya, gereja yang memiliki pandangan pertama akan lebih dipenuhi oleh jemaat dibandingan dengan gereja yang memiliki pandangan kedua. Siapa yang suka datang ke gereja yang mengajarkan jemaatnya untuk menderita?
Apabila kita jujur, kita dapat mengatakan bahwa tidak ada kehidupan yang sepenuhnya adalah keberhasilan dan di sisi lain, tidak ada kehidupan yang melulu diisi oleh penderitaan. Hidup ini diisi oleh keberhasilan dan kegagalan dan oleh kesenangan serta penderitaan. Tetapi, bagaimanapun keadaan kita pada suatu waktu, Yesus mengatakan: “Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan”. Tuhan memberikan kepada kita lebih dari apa yang kita butuhkan (bukan yang kita inginkan) dan bukan hanya hal-hal bersifat materi. Kesehatan kita, keluarga yang rukun misalnya adalah berkat yang tidak dapat diukur dengan uang.
Selain hidup berkelimpahan, Tuhan menjanjikan kita hidup yang damai dan sejahtera. Pergumulan boleh ada, tetapi sukacita selalu ada di hati. Pada waktu dalam penderitaan dan pergumulan, Tuhan akan memberikan jalan keluarnya.
Penutup
Yesus datang ke dunia ini menjadi saluran bagi umat manusia. Berkat terbesar yang diterima manusia adalah keselamatan. Disamping itu Yesus menjanjikan hidup berkelimpahan bagi para murid-Nya. Tuhan sama sekali tidak bermaksud agar berkat yang kita terima berhenti hanya pada diri kita saja tetapi Ia memberikan telada agar kita juga dapat menyalurkannya bagi orang lain.
Setiap jemaat GIKI kiranya dapat menjadi saluran berkat bagi orang lain. Setiap anggota keluarga di rumah memberikan berkat bagi anggota-anggota yang lain. Janganlah Bapak atau Ibu yang di rumah sering mengeluh karena penyakit, karena kekurangan ini dan itu. Berikanlah berkat bagi yang lain. Dengan tidak mengeluh kita sudah menjadi berkat. Dengan tersenyum kita sudah menjadi berkat. Dengan tidak sering minta dimanjakan kita sudah menjadi berkat. Dengan tidak sering menuntut kita sudah menjadi berkat. Terpujilah nama Tuhan, amin!
Sukacita Di Waktu Yang Sulit
Sejak bulan lalu di Doa Malam Pemuda Dewasa kita ngebahas n berbagi tentang topik ini. Belajar dari surat Rasul Paulus yang ditujukan kepada jemaat di Filipi, di 2 (dua) bagian ini aku bener2 ditegur dengan "cukup" banyak.Berawal dari pertanyaan, "Pada saat apa Anda paling sulit untuk berharap kepada Tuhan?" maka sesi inipun dimulai pada Selasa, 4 Maret 2008 yang lalu. Dan dari semua yang hadir, sebagian besar dari kami sepakat bahwa saat yang paling sulit untuk berharap adalah: "Saat di mana kita merasa mampu, merasa tidak membutuhkan pertolongan, sanggup mengatasi persoalan kita sendiri -bahkan tanpa pertolongan Tuhan." Namun ada juga jawaban yang lain, "Saat kita berada di 'titik' paling rendah, kondisi yang kita merasa tidak mungkin terlepas dari persoalan2 yang kita hadapi, terlalu banyak masalah yang kita alami -dan seolah tiada kunjung habis!"Surat Filipi ditulis Rasul Paulus dari dalam penjara. Setelah dia mengalami penyiksaan demi penyiksaan. Mengalami saat-saat menegangkan dan menekan, yaitu penantian keputusan jenis hukuman yang harus dia jalani. Kondisi dalam penjara yang tentunya tidak mengenakkan. Tidak dapat menghirup udara segar dengan leluasa. Kotor. Berdarah. Sakit. Demam. Infeksi dari luka-luka siksaan. Namun bila kita baca suratnya kepada jemaat di Filipi, kita bisa "merasakan" sukacita Rasul Paulus di sana.Paulus didesak dari dua kerinduan yang sama menggebunya. Antara kerinduan terhadap perjumpaannya dengan Kristus dan kerinduannya terhadap jemaat Filipi menjadi semakin maju dan bersukacita. Baca Filipi 1:12-30.Dan amazingly, dalam kondisi yang tidak mengenakkan itu (dipenjara, menanti hukuman), Paulus memilih untuk bertahan dan menyadari dengan sepenuhnya tentang tujuan hidupnya. Untuk mendorong dan memotivasi jemaat Filipi. Wew! Di sinilah aku ditegur.Sebagai seorang pembimbing rohani bagi jemaat Filipi, Paulus benar2 mendedikasikan seluruh hidupnya untuk jemaat bimbingannya. Bahkan dalam kondisi yang sangat 'mengenaskan' dan 'berat' Paulus tetap teringat kepada jemaat Filipi dan terus mendorong mereka untuk makin maju dan bersukacita dalam iman! Kekuatan dari mana kah?Paulus yang dipenjara karena memberitakan Injil. Ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara. Masyarakat memandang Paulus sebagai tahanan. Sebagai seorang penjahat. Kriminil. Namun Paulus tetap bisa bersukacita! Paulus masih mengucap syukur! (Baca juga Filipi 1:1-11). Bagaimana perasaanmu bila dimasukkan ke dalam penjara? Tentunya kita akan menjadi bertanya-tanya. Jangan2 segala yang kita perbuat ini emang salah? Jangan2 emang yang kita lakuin ini melanggar hukum? Salah satu sebab Paulus terus bersukacita adalah: "... justru telah menyebabkan kemajuan Injil..." Jelas. Fokus. Evaluator yang gamblang. Sekalipun Paulus dipenjara, sekalipun penderitaan musti dialami olehnya, apabila menyebabkan kemajuan Injil, maka Paulus bukan melakukan tindakan yang melanggar hukum Allah.Hukum manusia dan hukum Allah tak sama. Kadang keduanya tidak sejalan. Bahkan tak jarang keduanya berpotongan. Selama kita masih berada dalam hukum Allah, jangan takut. Jangan menyerah! Paulus dengan segala penderitaan yang dialaminya, dengan segala tekanan yang dirasakannya. Dipisahkan dari dunia bebas. Dijauhkan dari orang-orang yang mengasihinya. Dari orang-orang yang dikasihinya. Dianggap sebagai pelanggar hukum. Penentang kaisar. Pembelot pimpinan bangsa. Namun, Paulus tetap bersukacita!Teladani Paulus. Mungkin sebagian dari kita merasa malu untuk memberitakan Injil. Mungkin kita merasa takut. Tujuan hidup Paulus jelas: "Karena hidup bagiku adalah Kristus dan mati adalah keuntungan." (ayat 21). Karena hal ini juga yang makin memaksimalkan Paulus dalam pelayanannya. Paulus terus mengingat anak-anak rohaninya. Terus mengingat mereka dalam doanya. Senantiasa menyebut mereka dalam doa-doanya. Bagaimana perasaanmu bila pembimbing rohanimu menanyai tentang kondisi rohanimu? Merasa diperhatikan, kan? Bagaimana perasaanmu apabila orang yang kau anggap lebih 'dewasa rohani' mendoakan kamu dengan setia? Perasaan yang menyenangkan, tampaknya. Sudahkah kita memperhatikan orang-orang yang terdekat dengan kita? Sudahkah kita mendoakan orang-orang yang membutuhkan? Sudahkan kita dengan setia mendoakan saudara-saudara seiman yang sedang mengalami krisis 'rohani'?"Karena hidup bagiku adalah Kristus dan mati adalah keuntungan." Pernyataan ini sangat mempengaruhi kehidupan dan karya2 yang Paulus kerjakan. Dengan berpusat kepada Kristus yang KEKAL, maka Paulus senantiasa berpengharapan kepada Kristus dan melahirkan sukacita. Dan sekalipun 'diancam' hukuman (mati), Paulus tidak juga merasa takut, malahan dia menyatakan kematian adalah keuntungan. Sebagai sesuatu yang dinantikan.Setiap dari kita pasti pernah mengalami masa menanti. Menunggu. Dan bila "hal" yang kita nanti itu akhirnya tiba, ada sukacita di sana. Ada perasaan lega. Ada kepuasan. Terlebih lagi apabila "hal" yang kita nanti tersebut "lebih baik" dari yang kita harapkan! Untuk mengisi waktu penantian tersebut, kadang kita melewatinya dengan menggerutu. Mungkin bisa juga kita terus tersenyum di luar, namun memaki-maki di dalam hati. Itu terjadi kalau yang kita nantikan tak juga kunjung muncul. Satu hal yang pasti, di saat kita menanti, di saat kita menunggu, maka pikiran kita akan 'dipenuhi' oleh hal yang kita nanti itu. Kita akan berpusat ke 'hal' tersebut.
Disiplin dalam Pelayanan dan Hidup Rohani
Apa yang terlintas di pikiran Anda saat Anda mendengar kata "disiplin"? Tanpa memaksa otak untuk berpikir keras, dengan waktu yang relatif cepat, Anda sudah dapat menyimpulkan jawabannya. Ah, disiplin adalah sesuatu yang menjengkelkan, berat, dan Anda pasti enggan untuk melakukannya.
Ternyata kata "disiplin" seberat konsekuensi yang terkandung di dalamnya. Padahal banyak yang dapat kita peroleh dari perjalanan sebuah proses disiplin.
Lalu, bagaimana pandangan disiplin dari kacamata rohani? Jelas sekali bahwa disiplin merupakan salah satu pengajaran penting yang Yesus ajarkan kepada murid-murid-Nya dan kita. Disiplin yang Allah inginkan adalah untuk membawa kita masuk dalam hadirat kemuliaan-Nya dan untuk mengubah kita menjadi serupa dengan gambar Anak-Nya.
DISIPLIN KRISTUS
Pada masa pelayanan-Nya, Yesus tidak pernah mengajarkan kedisiplinan kepada murid-murid-Nya dengan membiarkan mereka berada dalam sebuah penderitaan. Setiap kali ada sebuah masalah, Dia memakai kesempatan itu untuk menegur murid-murid-Nya. Disiplin yang Dia berikan melalui setiap teguran, nasihat, maupun pengajaran, ditujukan-Nya untuk membawa murid-murid-Nya semakin mengenal Dia dan untuk memperlengkapi mereka dalam pelayanan mereka kelak.
Kepada kita saat ini pun Tuhan memberikan pengajaran, teguran, nasihat, dan jika perlu Dia mengijinkan terjadinya penderitaan, seperti sakit-penyakit, kerugian, dll., agar kita lebih didewasakan dengan cara Allah. Tujuan Allah mendisiplin manusia adalah agar mereka taat, hormat, dan semakin mengenal Dia.
Melalui firman-Nya kita dapat melihat fakta-fakta atau metode disiplin yang Dia terapkan kepada murid-murid-Nya. Di antaranya adalah saat Petrus diintimidasi oleh Iblis (Matius 16:22-23). Juga sewaktu Tuhan Yesus beserta murid-murid-Nya menghadapi angin ribut, saat murid-murid tidak percaya, khawatir, dan takut, Tuhan Yesus menegur mereka (Markus 4:40). Dan masih banyak lagi yang Kristus paparkan tentang kedisiplinan lewat firman-Nya, seperti dalam Markus 10:17-22, Lukas 9:51-56, Lukas 22:24-30, atau Yohanes 8:11.
Selain menerapkan beberapa metode disiplin dalam pengajaran-Nya, Yesus sendiri merupakan sosok yang memiliki disiplin tinggi untuk hidup rohani-Nya. Dia tidak pernah lari dari firman Allah setiap kali menghadapi guncangan-guncangan dalam pelayanan. Disiplin rohani-Nya amat terlihat dalam hal hubungan-Nya dengan Bapa. Dalam firman Tuhan, kita dapat melihat doa-doa yang Yesus panjatkan kepada Bapa-Nya di surga. Sejak kecil Dia sudah disiplin untuk bergaul dengan firman Tuhan. Dia juga bisa menguasai diri-Nya dari hal-hal duniawi untuk memenuhi kehendak Bapa-Nya.
DISIPLIN PELAYAN ANAK
Berkaca dari disiplin Kristus, para pelayan anak pun dapat menerapkan disiplin dengan baik dalam pelayanan dan hidup rohani-Nya. Seorang pelayan anak yang menerapkan disiplin dalam hidupnya dapat memiliki semangat yang menyala-nyala untuk melayani, walaupun banyak tantangan yang harus dihadapi dan mungkin dapat menyurutkan komitmen. Terkadang kegiatan belajar mengajar Anda rasakan makin lama makin membosankan, rekan kerja sepelayanan mulai tidak antusias dalam mengajar, sampai semangat yang mulai kendor. Hal ini tidak bisa dihindari oleh para pelayan anak sekolah minggu. Akan tetapi, dalam Roma 12:11 dan 2Korintus 4:8, terlihat bagaimana hati yang disiplin akan menolong kita untuk senantiasa melayani secara konsisten, berapi-api, dan terus memberikan kemajuan.
Beberapa nilai penting dari kedisiplinan di bawah ini kiranya menambah pemahaman Anda dan membantu para pelayan sekolah minggu untuk tetap menjaga kedisiplinan, baik dalam pelayanan, maupun disiplin rohaninya.
Disiplin mengajarkan kita untuk taat.
Layaknya seorang ayah, Allah mendisiplin anak-anak-Nya agar mereka lebih taat, hormat, dan semakin mengenal kehendak-Nya. Dalam Perjanjian Baru, penulis surat Ibrani menyatakan bahwa Allah mendisiplin umat-Nya agar kita taat kepada-Nya. Ia menyatakan disiplin sebagai bukti kasih-Nya, "Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya" (Ibrani 12:5,6). Meskipun pada mulanya, Allah mendatangkan dukacita (lihat Ibrani 12:10, Ibrani 12:11), tetapi Dia menghajar kita demi kebaikan, dan supaya kita beroleh bagian dalam kekudusan-Nya. Terkadang, setiap ganjaran yang Allah berikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Namun, dukacita tersebut justru menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya.
Jadi, jangan pernah melihat bahwa Tuhan selalu mendatangkan dukacita dan membiarkan kita tergeletak. Justru pada saat kita berada dalam keterpurukan, kita akan mengenal kasih Allah yang luar biasa dalam hidup kita.
Disiplin adalah anugerah dari Allah.
Disiplin dalam konteks ini adalah menyangkut kedisiplinan rohani. T. M. Moore menyatakan bahwa Allah memberikan anugerah disiplin (disiplin rohani) sebagai cara untuk menolong kita bertumbuh dalam kasih kepada-Nya dan kepada sesama kita.
Tuhan Yesus Kristus pun menegakkan disiplin bagi murid-murid-Nya, dengan memberikan contoh tentang menggunakan waktu, uang, dan hidup berdoa yang tekun. Dia pun menyatakan bahwa kepentingan orang lain harus didahulukan, sebagaimana terlihat ketika Yesus melayani orang yang datang kepada-Nya, meskipun Ia sering kali belum sempat makan (band. Markus 3:20-21). Bilamana, murid-murid ingin membalas kejahatan dengan kejahatan, Dia menyatakan sikap mengasihi dan mengalihkan perhatian mereka kepada tugas lain (band. Lukas 9:51-56).
Para pelayan anak dapat mengaplikasikan disiplin hidup yang berkenan dalam bentuk doa, membaca firman Tuhan, penyembahan, waktu pribadi bersama Tuhan, memberi persembahan, berpuasa, diam di hadirat Tuhan, dan sebagainya. Hal tersebut akan membawa kita masuk semakin dekat dengan-Nya, yang tidak bisa didapatkan hanya dari kegiatan rutin sehari-hari. Memiliki disiplin rohani yang baik akan memampukan kita untuk melihat kemuliaan-Nya dan dapat memberi pembaharuan hidup setiap hari di dalam Yesus Kristus. Dalam hal apa sajakah para pelayan anak dapat memiliki disiplin rohani yang berkenan kepada Tuhan?
Disiplin Doa
Disiplin rohani dengan berdoa adalah cara yang Allah pakai untuk mengubah kita. Doa adalah nafas kehidupan kita. Doa yang dinaikkan sungguh-sungguh akan menciptakan dan mengubah hidup. "Doa yang rahasia, yang sungguh-sungguh, dan penuh percaya adalah sumber semua kesalehan pribadi," tulis William Carey. Meditasi memperkenalkan kita pada kehidupan batiniah, berpuasa merupakan sarana yang menyertainya, tetapi disiplin doa itu sendiri yang membawa kita memasuki pekerjaan roh manusia yang tertinggi dan terdalam.
Disiplin Berpuasa
Sebagai disiplin rohani, puasa harus berpusat pada Tuhan. Puasa hendaknya membantu kita untuk mengendalikan keinginan manusiawi kita. Puasa dapat mengungkapkan hal-hal yang menguasai, seperti sombong, marah, cemburu, dan takut. Sifat-sifat itu ada di dalam diri kita dan sifat-sifat itu akan muncul selama kita berpuasa.
Disiplin Bergereja
Disiplin penting lainnya adalah disiplin bergereja. Ada tujuh alasan mengapa kita harus terlibat dan mendisiplinkan diri untuk bergereja.
Bergereja adalah cara kita untuk membentuk kesatuan umat Allah yang baru. Sebagai orang Kristen, kita adalah anggota yang seorang terhadap yang lain.
Gereja menempatkan kita pada jalan yang benar. Saat kita beribadah bersama saudara-saudara kita dalam Kristus, kita menangkap suatu pandangan yang nyata dari sudut pandang Allah. Mungkin saat kita menghadapi hari-hari kita dominasi duniawi banyak mengusai kita dan sudut pandang Allah sedikit terkaburkan. Waktu kita bergereja hal itu disingkapkan dan kita menjadi tahu tentang sebuah prioritas yang akan memimpin kita.
Keikutsertaan dalam tubuh Kristus merupakan sarana untuk bertumbuh dan melayani. Gereja adalah tempat untuk menggunakan berbagai karunia rohani kita.
Allah sudah memerintahkan kita untuk menjadi bagian dari masyarakat Kristen.
Bergereja adalah persembahan kita kepada Tuhan dan kepada orang lain.
Melibatkan diri dalam kehidupan gereja akan menghilangkan sifat individualisme kita -- sering mementingkan diri sendiri.
Dengan terlibat di dalam kehidupan masyarakat Kristen, kita ikut serta dalam tiga fungsi pokok ibadah: pengucapan syukur, pengajaran, dan pertobatan.
Hendaknya disiplin rohani kita tidak hanya sebatas pada sebuah rutinitas saja dan bukan juga disiplin rohani yang kehilangan kuasanya untuk membawa kita bertatap muka dengan Allah.
Bagaimana para pelayan Kristus? Bagaimana kehidupan rohani Anda sejauh ini? Apakah teladan kedisiplinan Kristus sudah menjadi bagian dari kehidupan Anda? Kiranya Roh Kudus terus menyalakan api semangat dalam pelayanan Anda sebagai rekan sekerja Allah -- dalam pelayanan kepada anak sekolah minggu. Dan teladan kedisiplinan yang telah tertanam dalam kehidupan Anda, dapat dibagikan juga kepada anak-anak layan Anda. Tuhan Yesus memberkati.
Ternyata kata "disiplin" seberat konsekuensi yang terkandung di dalamnya. Padahal banyak yang dapat kita peroleh dari perjalanan sebuah proses disiplin.
Lalu, bagaimana pandangan disiplin dari kacamata rohani? Jelas sekali bahwa disiplin merupakan salah satu pengajaran penting yang Yesus ajarkan kepada murid-murid-Nya dan kita. Disiplin yang Allah inginkan adalah untuk membawa kita masuk dalam hadirat kemuliaan-Nya dan untuk mengubah kita menjadi serupa dengan gambar Anak-Nya.
DISIPLIN KRISTUS
Pada masa pelayanan-Nya, Yesus tidak pernah mengajarkan kedisiplinan kepada murid-murid-Nya dengan membiarkan mereka berada dalam sebuah penderitaan. Setiap kali ada sebuah masalah, Dia memakai kesempatan itu untuk menegur murid-murid-Nya. Disiplin yang Dia berikan melalui setiap teguran, nasihat, maupun pengajaran, ditujukan-Nya untuk membawa murid-murid-Nya semakin mengenal Dia dan untuk memperlengkapi mereka dalam pelayanan mereka kelak.
Kepada kita saat ini pun Tuhan memberikan pengajaran, teguran, nasihat, dan jika perlu Dia mengijinkan terjadinya penderitaan, seperti sakit-penyakit, kerugian, dll., agar kita lebih didewasakan dengan cara Allah. Tujuan Allah mendisiplin manusia adalah agar mereka taat, hormat, dan semakin mengenal Dia.
Melalui firman-Nya kita dapat melihat fakta-fakta atau metode disiplin yang Dia terapkan kepada murid-murid-Nya. Di antaranya adalah saat Petrus diintimidasi oleh Iblis (Matius 16:22-23). Juga sewaktu Tuhan Yesus beserta murid-murid-Nya menghadapi angin ribut, saat murid-murid tidak percaya, khawatir, dan takut, Tuhan Yesus menegur mereka (Markus 4:40). Dan masih banyak lagi yang Kristus paparkan tentang kedisiplinan lewat firman-Nya, seperti dalam Markus 10:17-22, Lukas 9:51-56, Lukas 22:24-30, atau Yohanes 8:11.
Selain menerapkan beberapa metode disiplin dalam pengajaran-Nya, Yesus sendiri merupakan sosok yang memiliki disiplin tinggi untuk hidup rohani-Nya. Dia tidak pernah lari dari firman Allah setiap kali menghadapi guncangan-guncangan dalam pelayanan. Disiplin rohani-Nya amat terlihat dalam hal hubungan-Nya dengan Bapa. Dalam firman Tuhan, kita dapat melihat doa-doa yang Yesus panjatkan kepada Bapa-Nya di surga. Sejak kecil Dia sudah disiplin untuk bergaul dengan firman Tuhan. Dia juga bisa menguasai diri-Nya dari hal-hal duniawi untuk memenuhi kehendak Bapa-Nya.
DISIPLIN PELAYAN ANAK
Berkaca dari disiplin Kristus, para pelayan anak pun dapat menerapkan disiplin dengan baik dalam pelayanan dan hidup rohani-Nya. Seorang pelayan anak yang menerapkan disiplin dalam hidupnya dapat memiliki semangat yang menyala-nyala untuk melayani, walaupun banyak tantangan yang harus dihadapi dan mungkin dapat menyurutkan komitmen. Terkadang kegiatan belajar mengajar Anda rasakan makin lama makin membosankan, rekan kerja sepelayanan mulai tidak antusias dalam mengajar, sampai semangat yang mulai kendor. Hal ini tidak bisa dihindari oleh para pelayan anak sekolah minggu. Akan tetapi, dalam Roma 12:11 dan 2Korintus 4:8, terlihat bagaimana hati yang disiplin akan menolong kita untuk senantiasa melayani secara konsisten, berapi-api, dan terus memberikan kemajuan.
Beberapa nilai penting dari kedisiplinan di bawah ini kiranya menambah pemahaman Anda dan membantu para pelayan sekolah minggu untuk tetap menjaga kedisiplinan, baik dalam pelayanan, maupun disiplin rohaninya.
Disiplin mengajarkan kita untuk taat.
Layaknya seorang ayah, Allah mendisiplin anak-anak-Nya agar mereka lebih taat, hormat, dan semakin mengenal kehendak-Nya. Dalam Perjanjian Baru, penulis surat Ibrani menyatakan bahwa Allah mendisiplin umat-Nya agar kita taat kepada-Nya. Ia menyatakan disiplin sebagai bukti kasih-Nya, "Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya" (Ibrani 12:5,6). Meskipun pada mulanya, Allah mendatangkan dukacita (lihat Ibrani 12:10, Ibrani 12:11), tetapi Dia menghajar kita demi kebaikan, dan supaya kita beroleh bagian dalam kekudusan-Nya. Terkadang, setiap ganjaran yang Allah berikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Namun, dukacita tersebut justru menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya.
Jadi, jangan pernah melihat bahwa Tuhan selalu mendatangkan dukacita dan membiarkan kita tergeletak. Justru pada saat kita berada dalam keterpurukan, kita akan mengenal kasih Allah yang luar biasa dalam hidup kita.
Disiplin adalah anugerah dari Allah.
Disiplin dalam konteks ini adalah menyangkut kedisiplinan rohani. T. M. Moore menyatakan bahwa Allah memberikan anugerah disiplin (disiplin rohani) sebagai cara untuk menolong kita bertumbuh dalam kasih kepada-Nya dan kepada sesama kita.
Tuhan Yesus Kristus pun menegakkan disiplin bagi murid-murid-Nya, dengan memberikan contoh tentang menggunakan waktu, uang, dan hidup berdoa yang tekun. Dia pun menyatakan bahwa kepentingan orang lain harus didahulukan, sebagaimana terlihat ketika Yesus melayani orang yang datang kepada-Nya, meskipun Ia sering kali belum sempat makan (band. Markus 3:20-21). Bilamana, murid-murid ingin membalas kejahatan dengan kejahatan, Dia menyatakan sikap mengasihi dan mengalihkan perhatian mereka kepada tugas lain (band. Lukas 9:51-56).
Para pelayan anak dapat mengaplikasikan disiplin hidup yang berkenan dalam bentuk doa, membaca firman Tuhan, penyembahan, waktu pribadi bersama Tuhan, memberi persembahan, berpuasa, diam di hadirat Tuhan, dan sebagainya. Hal tersebut akan membawa kita masuk semakin dekat dengan-Nya, yang tidak bisa didapatkan hanya dari kegiatan rutin sehari-hari. Memiliki disiplin rohani yang baik akan memampukan kita untuk melihat kemuliaan-Nya dan dapat memberi pembaharuan hidup setiap hari di dalam Yesus Kristus. Dalam hal apa sajakah para pelayan anak dapat memiliki disiplin rohani yang berkenan kepada Tuhan?
Disiplin Doa
Disiplin rohani dengan berdoa adalah cara yang Allah pakai untuk mengubah kita. Doa adalah nafas kehidupan kita. Doa yang dinaikkan sungguh-sungguh akan menciptakan dan mengubah hidup. "Doa yang rahasia, yang sungguh-sungguh, dan penuh percaya adalah sumber semua kesalehan pribadi," tulis William Carey. Meditasi memperkenalkan kita pada kehidupan batiniah, berpuasa merupakan sarana yang menyertainya, tetapi disiplin doa itu sendiri yang membawa kita memasuki pekerjaan roh manusia yang tertinggi dan terdalam.
Disiplin Berpuasa
Sebagai disiplin rohani, puasa harus berpusat pada Tuhan. Puasa hendaknya membantu kita untuk mengendalikan keinginan manusiawi kita. Puasa dapat mengungkapkan hal-hal yang menguasai, seperti sombong, marah, cemburu, dan takut. Sifat-sifat itu ada di dalam diri kita dan sifat-sifat itu akan muncul selama kita berpuasa.
Disiplin Bergereja
Disiplin penting lainnya adalah disiplin bergereja. Ada tujuh alasan mengapa kita harus terlibat dan mendisiplinkan diri untuk bergereja.
Bergereja adalah cara kita untuk membentuk kesatuan umat Allah yang baru. Sebagai orang Kristen, kita adalah anggota yang seorang terhadap yang lain.
Gereja menempatkan kita pada jalan yang benar. Saat kita beribadah bersama saudara-saudara kita dalam Kristus, kita menangkap suatu pandangan yang nyata dari sudut pandang Allah. Mungkin saat kita menghadapi hari-hari kita dominasi duniawi banyak mengusai kita dan sudut pandang Allah sedikit terkaburkan. Waktu kita bergereja hal itu disingkapkan dan kita menjadi tahu tentang sebuah prioritas yang akan memimpin kita.
Keikutsertaan dalam tubuh Kristus merupakan sarana untuk bertumbuh dan melayani. Gereja adalah tempat untuk menggunakan berbagai karunia rohani kita.
Allah sudah memerintahkan kita untuk menjadi bagian dari masyarakat Kristen.
Bergereja adalah persembahan kita kepada Tuhan dan kepada orang lain.
Melibatkan diri dalam kehidupan gereja akan menghilangkan sifat individualisme kita -- sering mementingkan diri sendiri.
Dengan terlibat di dalam kehidupan masyarakat Kristen, kita ikut serta dalam tiga fungsi pokok ibadah: pengucapan syukur, pengajaran, dan pertobatan.
Hendaknya disiplin rohani kita tidak hanya sebatas pada sebuah rutinitas saja dan bukan juga disiplin rohani yang kehilangan kuasanya untuk membawa kita bertatap muka dengan Allah.
Bagaimana para pelayan Kristus? Bagaimana kehidupan rohani Anda sejauh ini? Apakah teladan kedisiplinan Kristus sudah menjadi bagian dari kehidupan Anda? Kiranya Roh Kudus terus menyalakan api semangat dalam pelayanan Anda sebagai rekan sekerja Allah -- dalam pelayanan kepada anak sekolah minggu. Dan teladan kedisiplinan yang telah tertanam dalam kehidupan Anda, dapat dibagikan juga kepada anak-anak layan Anda. Tuhan Yesus memberkati.
BERAKARLAH DALAM IMANMU
BERAKARLAH DALAM IMANMU
Pada hari-hari yang akan datang, Iblis akan mulai menyerang engkau dalam usahanya untuk meruntuhkan iman kepercayaanmu dalam Kristus. (1 Petrus 5:8, Efesus 6:16, Matius 13:3-23).
Beberapa tujuan-tujuan khusus Iblis adalah:
1.Untuk menanam benih keraguan dan duka demi untuk merampas kesukaan dan keyakinan hidup yang kekal dari padamu.
2.Untuk menyesatkan engkau agar menahan engkau untuk bertumbuh dalam kebenaran, dan
3.Untuk mencegah engkau untuk mengabarkan iman kepercayaanmu kepada orang lain.
Perisai iman: Efesus 6:10-17
1. Karena injil adalah batu penjuru dari iman kekristenan, Iblis akan memulai serangannya dengan mencoba membingungkan engkau tentang kebenaran injil. Untuk bertahan dalam serangan-serangan yang engkau hadapi, engkau harus berakar kuat dalam kebenaran injil. Untuk melakukan hal ini, tetapkanlah sekarang bahwa engkau akan membaca buku kecil ini sehari sekali untuk satu bulan. Jangan berhenti setelah sepuluh atau lima belas hari walaupun engkau sudah menghafalnya! Janganlah membiarkan Iblis mematahkan semangatnmu dengan berkata padamu "tidak ada waktu" atau engkau harus melakukan hal lain yang lebih penting. Ini adalah kebohongan Iblis yang classic. Jangan percaya akan hal itu! (Matius 13:1-9, 19-23; Lukas 10:38-42, 12:16-31, 14:16-20; Efesus 5:16).
2. Jangan mencoba untuk mendapat keyakinan dalam hubungan engkau dengan Kristus atau bertumbuh dalam iman kerohanian melalui "perasaan mistik" atau "suara-suara bisikan" dalam pikiranmu. Apa yang kita "rasakan" dalam hati kita tidak dapat diandalkan sebagai pengarahan kebenaran rohani daripada kebenaran mengenai ilmu hitung atau ilmu bumi. Apakah engkau berani mencoba melewati ratusan mil melalui jalan kecil pada saat berkabut tebal tanpa peta tetapi hanya mengandalkan "perasaan" saja? Tentu tidak! Namun banyak orang dengan bodoh mencoba menyatakan hidup kekristenan mereka demikian rupa.
3. Untuk kita dapat bertumbuh dalam kebenaran rohani, Allah sudah memberikan kita sumber kebenaran yang pasti dan tidak berubah, yaitu Alkitab. Coba baca Alkitab setiap hari. Mulai dengan membaca buku Galatia. Kitab ini adalah pembelaan Rasul Paulus tentang injil dan ajaran kasih karunia. Baca satu pasal setiap hari sampai engkau membaca seluruhnya (6 pasal) lima kali. Ini akan memakan waktu satu bulan. Bulan depannya, baca seluruh pasal dalam satu hari. Ini akan menguatkan engkau dalam ajaran iman kekristenan yang paling dasar dan paling penting, yang akan memberikan dasar yang diperlukan untuk pertumbuhan iman kekristenan yang sejati.
PERASAAN MUNGKIN ADALAH BISIKAN IBLIS. BANGUN IMANMU DENGAN FIRMAN TUHAN.
Iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus. Roma 10:17
4. Setelah engkau berakar kuat dalam pengertianmu tentang injil, carilah gereja yang benar. Untuk melakukan hal ini, tanyalah kepada pendeta itu bagaimana seseorang bisa masuk ke surga. Apabila ia berkata melalui kehidupan yang baik, mentaati sepuluh perintah Allah, permandian, pengakuan dosa, keanggotan dalam gereja, atau jawaban-jawaban yang salah lainnya - - berpalinglah dan carilah gereja lain. Apabila Pastornya saja tidak mengerti tentang injil, dasar dari iman kekristenan, dia tidak tahu apa-apa tentang kekristenan! Mengapa engkau mau pergi ke gereja dimana pendetanya tidak tahu bagaimana untuk masuk ke surga? Carilah gereja yang benar!
BERSYUKUR KEPADA ALLAH SETIAP HARI
Menurut Alkitab, banyak hal-hal yang indah terjadi pada dirimu pada saat engkau mengerti injil dan percaya pada Kristus saja sebagai Juru Selamatmu.
-- Engkau menerima pengampunan atas semua dosa yang pernah engkau lakukan. (Roma 5:11)
-- Engkau menerima hidup yang kekal sebagai hadiah yang cuma-cuma. (Yohanes 5:24, 10:28)
-- Engkau terjamin akan masuk ke surga. (Yohanes 14:1-3)
-- Engkau menjadi anak Allah. (Yohanes 1:12)
-- Engkau mempunyai seorang teman yang mengerti apa yang engkau alami, dan selalu bersedia membantu engkau dalam kesukaraan. (Ibrani 2:18, 4:15-16, Mazmur 68:5)
Dalam Lukas 17:11-19, Yesus menyembuhkan sepuluh orang kusta, dan sembilan orang pergi tanpa berhenti untuk mengucap syukur kepadaNya! Supaya engkau tidak mengikuti contoh dari sembilan orang kusta yang tidak bersyukur, engkau dapat menunjukkan ucapan syukurmu kepada Allah untuk semua yang telah Allah lakukan bagimu dengan cara hidup yang berkenan padaNya, mentaati perintah2xNya dan berjalan menurut firman Allah. (Lukas 7:40-43, 1 Yohanes 4:19, Yohanes 14:21).
KABARKAN INJIL
Bayangkan pada suatu hari engkau berjalan di pinggiran jalan, dan sebuah piano yang sedang diangkat ke lantai sepuluh, lalu jatuh dan pecah tersebar kemana-mana tanpa pengetahuan engkau. Tiba-tiba seseorang yang engkau tidak kenal, mendorong engkau kesamping untuk menyelamatkan engkau, tetapi ia tertindih oleh piano yang jatuh itu. Waktu ia terbaring akan meninggal, dengan tangan yang bergetar ia mengeluarkan surat dari kantongnya, dan bertanya kepadamu supaya engkau mengambil dan mengantarkan surat itu. Maukah engkau melakukannya?
Yesus, yang mati untuk menyelamatkan engkau, telah meninggalkan surat yang seperti ini untuk engkau. Surat itu namanya Injil. "Lalu Ia berkata kepada mereka: 'Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.'" Markus 16:15 (Juga lihat Matius 28:18-20, Kisah Para Rasul 1:8, Roma 10:14-15). Apakah engkau bersedia untuk mengambil surat itu yang telah Yesus tinggalkan bagimu dan melakukan apa yang dikehendakiNya? Apabila ya, bertanyalah pada seorang teman atau kenalanmu: "Pernahkah seseorang menunjukkan Alkitab tentang bagaimana engkau dapat mengetahui dengan pasti bahwa engkau akan masuk ke surga ketika engkau meninggal?" Jika mereka menjawab tidak, bertanyalah, "Bolehkah saya menunjukkannya?" Kebanyakan orang dengan keinginan yang amat besar ingin tahu bagaimana mereka bisa tahu hal ini dengan pasti! Jika mereka berminat, duduklah dan carilah waktu untuk menerangkan buku kecil ini kepada mereka. Mereka akan selamanya berterima kasih!
TENTANG BUKU INJIL INI
Dalam masa kini, banyak macam berita-berita Injil yang membanjiri segala media di dunia ini. Berita-berita ini ada yang memcoba menarik orang berdosa untuk "mengundang Yesus kedalam hatinya" atau juga yang berbau ancaman untuk yang tidak percaya untuk "bertobat dari dosa-dosanya." Adalah tidak mengejutkan, orang-orang yang percaya dan tidak percaya merasa sangat bingung. Bahkan jika Injil dibicarakan secara jelas dan tepat, sering kali pendengarnya akan menyaring pembicaraan tersebut dengan apa sudah didengar, menyisihkan pengertian arti dari berita keselamatan dari Yesus Kristus. Dengan pengertian ini, buku Injil ini ditulis bukan hanya untuk menjelaskan dan menggambarkan konsep-konsep utama keselamatan seperti kematian Yesus dan doktrin keanugrahan, tetapi juga untuk meninjau dan membenarkan pengajaran-pengajaran sesat yang sering dikaitkan dengan Ijil Kristen. Mengolah hal-hal teologia rumit di dalam buku yang pendek dan mudah dibaca ini membutuhkan hampir lima tahun pengarangan dan penulisan. Kami tidak tahu buku-buku lain masa kini yang membeberkan Injil secara jelas atau tepat.
Adalah keinginan kami untuk melihat buku Injil ini disiskulasikan secara luas. Tidak ada upah yang telah diterima olen pengarangnya. Organisasi-organisasi Kriten yang memohon biasanya di berikan ijin secara tertulis untuk menterjemahkan atau mencetak dengan fasilitas sendiri. Melalui usaha-usaha dari banyak gereja-gereja dan organisasi-organisasi misi, buku Injil ini telah diterjemahan dalam beberapa bahasa-bahasa utama dunia. Jikalau anda ingin melihat buku ini tersedia di negara atau bahasa yang tidak tersedia sekarang, kami mengundang anda untuk menghubungi kami. Marilah kita bekerja sama untuk membuat buku Injil ini tersedia untuk semua orang dalam semua bahasa.
TENTANG PENGARANG
Ron Shea berkuliah di Villanova University dengan beasiswa empat tahun dari ROTC angkatan laut Amerika Serikat. Setelah mendapatkan gelar sarjana muda di bidang electro, dia berbakti sebagai tentara angkatan laut. Kemudian dia berkuliah di Dallas Theological Seminary di mana dia mengambil studi dibidang Literatur Perjanjian Baru dan Exegesis, menterjemahkan Perjanjian Baru dari bahasa asli Yunani. Dia berwisuda dengan penghargaan di dalam program sarjana penuh empat tahun. Dia terus mendapatkan gelar Doctor of Jurisprudence dari University of California, Hastings College of Law, di mana dia mendapatkan penghargaan di Admiralty, Jurisprudence, dan Oral Argument. Dia menjadi pastur di gereja-geraja di New Orleans dan San Francisco, dan adalah pendiri dan presiden dari Clear Gospel Crusade.
Takdir hidup seseorang bergantung dengan apa yang ia lakukan dengan Yesus Kristus; karenanya, membuat Injil jelas adalah hal yang terpenting di dunia ini. Buku ini telah mencapai tujuan ini. Saya terutama menghargai peninjauan hal pertobatan secara simpel tapi menyeluruh. Buku ini akan sangat berguna di tangan orang yang ingin memimpin orang lain ke dalam Kristus.
Dr. Curtis Hutson, President and Editor, Sword of the Lord
Penjelasan tentang pertobatan adalah sangat baik. Orang-orang secara mayoritas berpikir berdalih dari dosa bukan merubah hati mereka dalam hal cara keselamatan. Anda telah memberikan kontribusi besar.
Pada hari-hari yang akan datang, Iblis akan mulai menyerang engkau dalam usahanya untuk meruntuhkan iman kepercayaanmu dalam Kristus. (1 Petrus 5:8, Efesus 6:16, Matius 13:3-23).
Beberapa tujuan-tujuan khusus Iblis adalah:
1.Untuk menanam benih keraguan dan duka demi untuk merampas kesukaan dan keyakinan hidup yang kekal dari padamu.
2.Untuk menyesatkan engkau agar menahan engkau untuk bertumbuh dalam kebenaran, dan
3.Untuk mencegah engkau untuk mengabarkan iman kepercayaanmu kepada orang lain.
Perisai iman: Efesus 6:10-17
1. Karena injil adalah batu penjuru dari iman kekristenan, Iblis akan memulai serangannya dengan mencoba membingungkan engkau tentang kebenaran injil. Untuk bertahan dalam serangan-serangan yang engkau hadapi, engkau harus berakar kuat dalam kebenaran injil. Untuk melakukan hal ini, tetapkanlah sekarang bahwa engkau akan membaca buku kecil ini sehari sekali untuk satu bulan. Jangan berhenti setelah sepuluh atau lima belas hari walaupun engkau sudah menghafalnya! Janganlah membiarkan Iblis mematahkan semangatnmu dengan berkata padamu "tidak ada waktu" atau engkau harus melakukan hal lain yang lebih penting. Ini adalah kebohongan Iblis yang classic. Jangan percaya akan hal itu! (Matius 13:1-9, 19-23; Lukas 10:38-42, 12:16-31, 14:16-20; Efesus 5:16).
2. Jangan mencoba untuk mendapat keyakinan dalam hubungan engkau dengan Kristus atau bertumbuh dalam iman kerohanian melalui "perasaan mistik" atau "suara-suara bisikan" dalam pikiranmu. Apa yang kita "rasakan" dalam hati kita tidak dapat diandalkan sebagai pengarahan kebenaran rohani daripada kebenaran mengenai ilmu hitung atau ilmu bumi. Apakah engkau berani mencoba melewati ratusan mil melalui jalan kecil pada saat berkabut tebal tanpa peta tetapi hanya mengandalkan "perasaan" saja? Tentu tidak! Namun banyak orang dengan bodoh mencoba menyatakan hidup kekristenan mereka demikian rupa.
3. Untuk kita dapat bertumbuh dalam kebenaran rohani, Allah sudah memberikan kita sumber kebenaran yang pasti dan tidak berubah, yaitu Alkitab. Coba baca Alkitab setiap hari. Mulai dengan membaca buku Galatia. Kitab ini adalah pembelaan Rasul Paulus tentang injil dan ajaran kasih karunia. Baca satu pasal setiap hari sampai engkau membaca seluruhnya (6 pasal) lima kali. Ini akan memakan waktu satu bulan. Bulan depannya, baca seluruh pasal dalam satu hari. Ini akan menguatkan engkau dalam ajaran iman kekristenan yang paling dasar dan paling penting, yang akan memberikan dasar yang diperlukan untuk pertumbuhan iman kekristenan yang sejati.
PERASAAN MUNGKIN ADALAH BISIKAN IBLIS. BANGUN IMANMU DENGAN FIRMAN TUHAN.
Iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus. Roma 10:17
4. Setelah engkau berakar kuat dalam pengertianmu tentang injil, carilah gereja yang benar. Untuk melakukan hal ini, tanyalah kepada pendeta itu bagaimana seseorang bisa masuk ke surga. Apabila ia berkata melalui kehidupan yang baik, mentaati sepuluh perintah Allah, permandian, pengakuan dosa, keanggotan dalam gereja, atau jawaban-jawaban yang salah lainnya - - berpalinglah dan carilah gereja lain. Apabila Pastornya saja tidak mengerti tentang injil, dasar dari iman kekristenan, dia tidak tahu apa-apa tentang kekristenan! Mengapa engkau mau pergi ke gereja dimana pendetanya tidak tahu bagaimana untuk masuk ke surga? Carilah gereja yang benar!
BERSYUKUR KEPADA ALLAH SETIAP HARI
Menurut Alkitab, banyak hal-hal yang indah terjadi pada dirimu pada saat engkau mengerti injil dan percaya pada Kristus saja sebagai Juru Selamatmu.
-- Engkau menerima pengampunan atas semua dosa yang pernah engkau lakukan. (Roma 5:11)
-- Engkau menerima hidup yang kekal sebagai hadiah yang cuma-cuma. (Yohanes 5:24, 10:28)
-- Engkau terjamin akan masuk ke surga. (Yohanes 14:1-3)
-- Engkau menjadi anak Allah. (Yohanes 1:12)
-- Engkau mempunyai seorang teman yang mengerti apa yang engkau alami, dan selalu bersedia membantu engkau dalam kesukaraan. (Ibrani 2:18, 4:15-16, Mazmur 68:5)
Dalam Lukas 17:11-19, Yesus menyembuhkan sepuluh orang kusta, dan sembilan orang pergi tanpa berhenti untuk mengucap syukur kepadaNya! Supaya engkau tidak mengikuti contoh dari sembilan orang kusta yang tidak bersyukur, engkau dapat menunjukkan ucapan syukurmu kepada Allah untuk semua yang telah Allah lakukan bagimu dengan cara hidup yang berkenan padaNya, mentaati perintah2xNya dan berjalan menurut firman Allah. (Lukas 7:40-43, 1 Yohanes 4:19, Yohanes 14:21).
KABARKAN INJIL
Bayangkan pada suatu hari engkau berjalan di pinggiran jalan, dan sebuah piano yang sedang diangkat ke lantai sepuluh, lalu jatuh dan pecah tersebar kemana-mana tanpa pengetahuan engkau. Tiba-tiba seseorang yang engkau tidak kenal, mendorong engkau kesamping untuk menyelamatkan engkau, tetapi ia tertindih oleh piano yang jatuh itu. Waktu ia terbaring akan meninggal, dengan tangan yang bergetar ia mengeluarkan surat dari kantongnya, dan bertanya kepadamu supaya engkau mengambil dan mengantarkan surat itu. Maukah engkau melakukannya?
Yesus, yang mati untuk menyelamatkan engkau, telah meninggalkan surat yang seperti ini untuk engkau. Surat itu namanya Injil. "Lalu Ia berkata kepada mereka: 'Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.'" Markus 16:15 (Juga lihat Matius 28:18-20, Kisah Para Rasul 1:8, Roma 10:14-15). Apakah engkau bersedia untuk mengambil surat itu yang telah Yesus tinggalkan bagimu dan melakukan apa yang dikehendakiNya? Apabila ya, bertanyalah pada seorang teman atau kenalanmu: "Pernahkah seseorang menunjukkan Alkitab tentang bagaimana engkau dapat mengetahui dengan pasti bahwa engkau akan masuk ke surga ketika engkau meninggal?" Jika mereka menjawab tidak, bertanyalah, "Bolehkah saya menunjukkannya?" Kebanyakan orang dengan keinginan yang amat besar ingin tahu bagaimana mereka bisa tahu hal ini dengan pasti! Jika mereka berminat, duduklah dan carilah waktu untuk menerangkan buku kecil ini kepada mereka. Mereka akan selamanya berterima kasih!
TENTANG BUKU INJIL INI
Dalam masa kini, banyak macam berita-berita Injil yang membanjiri segala media di dunia ini. Berita-berita ini ada yang memcoba menarik orang berdosa untuk "mengundang Yesus kedalam hatinya" atau juga yang berbau ancaman untuk yang tidak percaya untuk "bertobat dari dosa-dosanya." Adalah tidak mengejutkan, orang-orang yang percaya dan tidak percaya merasa sangat bingung. Bahkan jika Injil dibicarakan secara jelas dan tepat, sering kali pendengarnya akan menyaring pembicaraan tersebut dengan apa sudah didengar, menyisihkan pengertian arti dari berita keselamatan dari Yesus Kristus. Dengan pengertian ini, buku Injil ini ditulis bukan hanya untuk menjelaskan dan menggambarkan konsep-konsep utama keselamatan seperti kematian Yesus dan doktrin keanugrahan, tetapi juga untuk meninjau dan membenarkan pengajaran-pengajaran sesat yang sering dikaitkan dengan Ijil Kristen. Mengolah hal-hal teologia rumit di dalam buku yang pendek dan mudah dibaca ini membutuhkan hampir lima tahun pengarangan dan penulisan. Kami tidak tahu buku-buku lain masa kini yang membeberkan Injil secara jelas atau tepat.
Adalah keinginan kami untuk melihat buku Injil ini disiskulasikan secara luas. Tidak ada upah yang telah diterima olen pengarangnya. Organisasi-organisasi Kriten yang memohon biasanya di berikan ijin secara tertulis untuk menterjemahkan atau mencetak dengan fasilitas sendiri. Melalui usaha-usaha dari banyak gereja-gereja dan organisasi-organisasi misi, buku Injil ini telah diterjemahan dalam beberapa bahasa-bahasa utama dunia. Jikalau anda ingin melihat buku ini tersedia di negara atau bahasa yang tidak tersedia sekarang, kami mengundang anda untuk menghubungi kami. Marilah kita bekerja sama untuk membuat buku Injil ini tersedia untuk semua orang dalam semua bahasa.
TENTANG PENGARANG
Ron Shea berkuliah di Villanova University dengan beasiswa empat tahun dari ROTC angkatan laut Amerika Serikat. Setelah mendapatkan gelar sarjana muda di bidang electro, dia berbakti sebagai tentara angkatan laut. Kemudian dia berkuliah di Dallas Theological Seminary di mana dia mengambil studi dibidang Literatur Perjanjian Baru dan Exegesis, menterjemahkan Perjanjian Baru dari bahasa asli Yunani. Dia berwisuda dengan penghargaan di dalam program sarjana penuh empat tahun. Dia terus mendapatkan gelar Doctor of Jurisprudence dari University of California, Hastings College of Law, di mana dia mendapatkan penghargaan di Admiralty, Jurisprudence, dan Oral Argument. Dia menjadi pastur di gereja-geraja di New Orleans dan San Francisco, dan adalah pendiri dan presiden dari Clear Gospel Crusade.
Takdir hidup seseorang bergantung dengan apa yang ia lakukan dengan Yesus Kristus; karenanya, membuat Injil jelas adalah hal yang terpenting di dunia ini. Buku ini telah mencapai tujuan ini. Saya terutama menghargai peninjauan hal pertobatan secara simpel tapi menyeluruh. Buku ini akan sangat berguna di tangan orang yang ingin memimpin orang lain ke dalam Kristus.
Dr. Curtis Hutson, President and Editor, Sword of the Lord
Penjelasan tentang pertobatan adalah sangat baik. Orang-orang secara mayoritas berpikir berdalih dari dosa bukan merubah hati mereka dalam hal cara keselamatan. Anda telah memberikan kontribusi besar.
Yesus sebagai Sahabat
Setiap kita tentu membutuhkan seorang sahabat dalam hidup. Seorang untuk berbagi yang mengerti dan menerima kita apa adanya. Pada kenyataannya, ndak mudah untuk menemukannya. Kurang lebih dua ribu tahun yang lalu, Allah, secara nyata dalam pribadi Yesus Kristus telah berkenan memperkenalkan dan menyediakan diri-Nya menjadi sahabat sejati bagi anda dan saya, saat ini dan selamanya. Saat menerima-Nya kita sungguh telah memiliki-Nya benar-benar sebagai seorang sahabat. Walaupun begitu, kadangkala, tanpa kita sadari, kita tidak berani memperlakukan-Nya sebagai sahabat dalam hidup kita secara nyata. Kerap kali dalam ibadat-ibadat, kita memang mengakui dan memuji-Nya sebagai sahabat terbaik kita, tetapi yang terjadi setelah keluar dari ruang ibadat, apakah kita tetap menganggap dan memperlakukan Yesus sungguh sebagai sahabat dalam kehidupan sehari-hari kita? Apakah kita sanggup menjadi sahabat yang baik bagi-Nya?Seringkali, tanpa sadar, kita tidak peka untuk memperlakukan-Nya sebagai sahabat kita dalam diri sesama. Saat kita berinteraksi dengan orang lain, justru adalah saat pembuktian seberapa berartinya Yesus bagi kita. Sungguhkah kita menganggap dan memperlakukan Dia sebagai sahabat kita?Allah dalam Yesus telah menjadi teladan bagaimana seharusnya menjadi seorang sahabat sejati. Dia telah menyediakan diri-Nya sepenuh-penuhnya menjadi sahabat kita. Sesungguhnya, menjadi pengikut-Nya tentu berarti dituntut untuk mengikuti teladan-Nya. Menjadi sahabat bagi sesama kita.Dalam hidup-Nya di dunia, ada beberapa poin penting yang sejatinya memang dimiliki oleh seorang sahabat.Pertama, Yesus mencintai kita apa adanya. Dia mencintai kita sebagaimana adanya kita. Cinta-Nya terhadap kita tidak tergantung sikap atau apapun yang kita lakukan dalam hidup kita. Bagaimanapun keadaan kita, menjadi seperti apapun yang kita inginkan, tidak pernah merubah cinta-Nya kepada kita. Dia tidak pernah berhenti mencintai kita lebih dari seorang ibu yang kita percayai mencintai kita apa adanya."...Karena Allah telah berfirman: "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." (Ibr.13:5b)Begitupun seharusnya sikap kita terhadap sesama. Salah satu cara menjadi sahabat bagi Yesus adalah melalui sesama kita. Dia menghendaki kita mencintai-Nya dengan jalan mencintai sesama, tentu dengan cara yang sama - apa adanya!"Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu." (Yoh. 15:12)"Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku." (Mat. 25:40)Kongkretnya, terlepas masing-masing kita memiliki cara yang berbeda dalam mencintai, kita diminta memberikan yang terbaik bagi sesama kita, seperti apa yang telah Yesus lakukan bagi kita. Dia bahkan telah menyerahkan nyawa-Nya bagi kita.Kedua, Yesus menerima kita apa adanya. Tidak peduli bagaimanapun anda dan saya, Dia tetap mengasihi kita. Kita tidak perlu berpura-pura di hadapan-Nya untuk bisa diterima dan dicintai oleh-Nya. Seorang sahabat sejati tidak akan pernah meninggalkan kita, walaupun dia tahu keburukan dan sifat-sifat jelek yang kita miliki. Dia menunjukkan, sebagai seorang sahabat selalu setia memberikan diri-Nya di setiap kesempatan, baik di saat senang maupun susah. Kita bisa selalu jujur dan berbagi dengannya, bicara apa adanya dengan nyaman tanpa takut ditolak. Kitapun dituntut seperti Dia, mengimplikasikan sabda-Nya di dunia kita saat ini. Kalau saat ini kita masih memiliki orang sesuai kualifikasi yang kita tentukan untuk menjadi sahabat kita, mari kita bercermin pada Yesus. Mulai berani memperlakukan semua orang di sekitar kita tanpa diskriminasi dan menjadikan mereka sahabat-sahabat kita. Merangkul orang-orang yg tersisihkan untuk kita kasihi. Karena apapun yang kita lakukan terhadap saudara-Nya, apalagi yang paling hina, kita lakukan itu untuk Dia.Ketiga, Yesus jujur, transparan, terbuka dan bisa dipercaya. Yesus adalah sosok yang selalu terbuka dan jujur terhadap sahabat-sahabat-Nya. Dia tidak pernah menutup-nutupi sesuatu di hadapan mereka. Dia berani mengungkapkan perasaan dan pikiran-Nya secara gamblang terhadap para sahabat-Nya. Dia berani menegur mereka, di saat mereka kurang percaya atau berbuat salah. Karena Dia menginginkan yang terbaik bagi sahabat-Nya. Dia berbagi segalanya dengan mereka, apa adanya.Kitapun dituntut untuk menjadi seperti Dia dalam relasi kita dengan sesama, mengungkapkan segalanya secara terbuka dan transparan, apa adanya.Keempat, Yesus mendorong kita untuk mempunyai hubungan kasih dengan sesama. Dalam Yoh. 15:12, Dia meminta kita untuk mencintai sesama seperti Dia mencintai kita dalam tindakan kongkret, tidak hanya melalui pujian dan penyembahan kita kepada-Nya, tetapi juga implikasi nyatanya terhadap sesama. Ibu Theresa dari Kalkuta telah menjadi teladan bagi kita bagaimna cara yang tepat untuk mencintai-Nya, yakni dalam sesama kita.Kelima, Yesus mengerti kebutuhan dan keinginan kita. Seorang sahabat selalu mencari cara untuk mengekspresikan kasihnya dan memahami keinginan dan kebutuhan kita. Yesus melakukan itu. Dia melakukan hal-hal kecil yang sangat besar artinya dalam persahabatan, seperti makan bersama mereka, mendengarkan keluh kesah dan cerita mereka, dan yang terbesar adalah memberikan hikmat yang besar kepada mereka untuk mengerti ajaran-ajaran-Nya. Dia menjadi sosok pendengar dan penghibur yang baik yang pernah ada. Dengan mendengarkan, seorang sahabat mengungkapkan bahwa Dia memperhatikan dan perduli dengan kita, tidak cuek atau malah sibuk dengan diri sendiri. Dia selalu memberi respon yang baik sesudahnya. Dia menunjukkansikap seorang sahabat yang seharusnya.Ini juga berlaku bagi kita, sahabat-sahabat-Nya, kini dan selamanya.Saat Dia bertanya pada Thomas soal pernyataan cinta kepada-Nya, lagi-lagi apa yg Dia minta sebagai bukti berhubungan dengan soal sesama, yakni untuk menggembalakan domba-domba-Nya. Hal yg sama diminta dari setiap kita, membuktikan cinta dalam tindakan nyata. Senantiasa berusaha mengungkapkan kasih kita dengan nyata. Mencoba untuk memahami orang lain dan memberikan kepada mereka apapun yang bisa kita berikan.Keenam, Yesus adalah pemberi inspirasi untuk menjadikan kita yang terbaik yang kita mampu. Dalam keterbatasan-Nya sebagai manusia, Yesus meneladankan bagaimana bersikap hidup baik di hadapan Allah. Seluruh perbuatan-Nya selalu memberikan inspirasi bagi para murid-Nya, mendorong mereka untuk menjadi yang terbaik yang mereka mampu. Mengubahkan mereka dari orang yg tidak percaya, menjadi percaya. Mengubahkan mereka menjadi lebih baik dari mereka awalnya.Semoga setiap kita - dengan memohon kekuatan kasih dan rahmat-Nya - mampu meneladani-Nya dalam mengasihi sesama kita. Amin.
(DESEMBER BU'U LOLO)
(DESEMBER BU'U LOLO)
Seorang, Murid Seorang Sahabat Kristus
Beberapa tahun lalu sewaktu saya bekerja pada sebuah organisasi lain, direktur personalia kami, seorang Katolik yang patuh, datang ke kantor saya bersama sekretarisnya, Darlene. Saya dapat segera melihat bahwa Darlene datang bukan karena kemauannya sendiri dan lebih suka berada di tempat lain. Kata-kata sapaan direktur personalia saya adalah, "Maukah anda jelaskan kepada Darlene bahwa orang Mormon adalah orang Kristen. Saya telah berdebat dengannya selama lebih dari setengah jam, dan saya tidak dapat meyakinkannya. Dia perlu mendengarnya dari anda."
Kekhawatiran utama saya adalah, apakah saya telah melakukan sesuatu dalam kehidupan saya yang membuat Darlene mempertanyakan iman dan kesetiaan saya kepada Juru Selamat ? Tetapi dengan seketika saya menyadari bahwa keragu-raguannya bukanlah ditujukan kepada saya secara pribadi.
Setelah mempersilakan mereka duduk, saya bertanya kepada Darlene kenapa dia berpikir kami bukanlah orang Kristen. Jawabannya, karena pendetanya telah mengatakan demikian. Saya bertanya kepadanya apakah dia tahu nama resmi Gereja. Dia tidak tahu. Dia mengenal Gereja hanya dengan nama Mormon. Saya menjelaskan bahwa nama Gereja kita adalah Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir dan kemudian bertanya apakah itu bukan nama yang agak aneh bagi sebuah Gereja yang dianggap bukan Kristen. Saya kemudian meminta teman Katolik saya untuk menjelaskan dari berjam-jam pembahasan kami di pesawat terbang, di hotel, saat makan malam, dan pada kesempatan lainnya beberapa hal yang telah ia pelajari sehubungan dengan Kristus, ajaran-ajaranNya, dan kepercayaan-kepercayaan kita. Dia menjelaskan semuanya itu dengan lebih meyakinkan daripada yang bisa saya lakukan.
Jawaban Darlene adalah bahwa pendetanya telah memberitahu dia bahwa kita tidak percaya pada Alkitab, yang telah kita gantikan dengan Kitab Mormon. Saja menjawab dengan membagikan pasal kepercayaan ke delapan: "Kami percaya bahwa Alkitab adalah firman Allah sejauh Alkitab itu diterjemahkan secara betul; Kami juga percaya bahwa Kitab Mormon adalah firman Allah."
Saya kemudian menjelaskan bahwa Kitab Mormon adalah tulisan suci tambahan yang melengkapi Alkitab dan memberikan saksi lain bagi Kristus. Kitab Mormon merinci dan memperjelas banyak ajaran Kristus yang paling kudus dan penting. Tanggapannya adalah, "Pendeta saya bilang Kitab Mormon tidak mungkin berisikan ajaran Kristus, karena tidak ada wahyu lagi setelah kematian para rasul; maka, tidak ada tulisan suci lagi setelah Alkitab." Pertanyaan saya kepadanya adalah, "Pada suatu masa dengan perubahan yang demikian cepat dalam dunia yang bergolak dan penuh kesulitan, dengan demikian banyak masalah yang rumit, tidakkah anda akan bertanya-tanya mengapa seorang Bapa yang mengasihi berhenti berkomunikasi dengan anak-anakNya, yang demikian Ia kasihi sampai-sampai Ia rela mengorbankan Putra TunggalNya demi mereka?" Pembahasan berlanjut sekitar 15 sampai 20 menit, dengan saya terus berusaha untuk menjelaskan pemahaman harfiah kita tentang Korban Tebusan, Kebangkitan, dan ajaran penting lainnya tentang Juru Selamat. Saya mengakhiri dengan kesaksian terkuat yang dapat saya berikan tentang Bapa yang mengasihi dan seorang Putra yang rela berkorban.
Pada akhir pembahasan kami tanggapannya tetaplah sama, "Pendeta saya telah mengatakan demikian, dan demikianlah adanya." Dan demikianlah masalah itu ditinggalkan, membuat saya kecewa dan agak terganggu dengan kesalahpahaman tersebut.
Adalah menarik bagaimana kurangnya pengertian beberapa orang dapat, secara disengaja maupun tidak, menyesatkan banyak orang. Menilai pikiran dan hati nurani orang lain mungkin sebaiknya diserahkan kepada Hakim kita semua yang paling adil. Tentunya penentuan terakhir mengenai siapa murid Kristus yang sejati akan dilakukan oleh Juru Selamat sendiri, yang telah mengatakan : "Akulah gembala yang baik, dan Aku mengenal domba-dombaKu" (Yohanes 10:14).
Setelah diperkenalkan dengan beberapa ajaran dasar Gereja, Pendeta Charles Taylor, seorang pendeta kenalan saya, menghubungi saya untuk memberitahu mengenai pemahamannya yang telah diterangi mengenai Injil. Dengan penuh semangat ia menyatakan : "Jika anda meluangkan waktu untuk mempelajari ajaran-ajaran dan doktrin-doktrin Gereja Mormon, jelaslah bahwa orang Mormon sesungguhnya adalah orang Kristen. Bahkan, saya belum pernah berjumpa dengan orang yang lebih seperti Kristus daripada orang-orang Mormon yang baru-baru ini berkenalan dengan saya."
Saya menanggapi bahwa saya akan tertarik mendengarkan perasaan dan pengertiannya lebih lanjut setelah dia berkesempatan membaca Kitab Mormon dan dapat bersaksi tentang kesaksian dan ajarannya mengenai Juru Selamat. Tanggapannya: "Saya sedang membaca Kitab Mormon, dan kitab itu menyenangkan untuk dibaca. Ini telah memperluas pengertian saya tentang Kristus dan misiNya. Saya merasakan roh yang menyenangkan sewaktu membacanya."
Teman saya meluangkan waktu untuk mempelajari sendiri sebelum membuat penilaian. Ia tidak berusaha mempengaruhi orang lain berdasarkan pada kurangnya pemahaman atau kekeliruan pengertian. Ini bagi saya adalah sikap yang bertanggung jawab--mencari pemahaman sebelum menilai, dan tentunya sebelum mencoba mempengaruhi orang lain dengan pengertian pribadi yang keliru.
Kepada teman saya, Darlene, perkenankan saya menegaskan lagi bahwa Yesus Kristus adalah pusat dari setiap ajaran, setiap tata cara, dan setiap prinsip Gereja--sebagaimana tersirat dalam nama Gereja ini. Kitab Mormon bersaksi tentang Yesus Kristus, memberikan penekanan serta penjelasan pada ajaran-ajaranNya. Nefi, nabi di Kitab Mormon menyatakan kepada dunia, "Dan kita berbicara tentang Kristus, kita bersukacita dalam Kristus, kita berkhotbah tentang Kristus, kita bernubuat tentang Kristus dan kita menulis sesuai dengan nubuat-nubuat kita, supaya anak-anak kita dapat mengetahui kepada sumber mana mereka dapat mencari untuk pengampunan dosa-dosa mereka" (2 Nefi 25:26).
Nefi lebih lanjut menyatakan, "Tiada nama lain di kolong langit, kecuali Yesus Kristus, yang telah kubicarakan, yang olehNya manusia dapat diselamatkan" (2 Nefi 25:20).
Selama bertahun-tahun saya telah merenungkan pengalaman dengan teman saya Darlene tadi, terganggu dengan akhir dari padanya. Meskipun demikian, saya telah menyimpulkan bahwa pandangan berdasarkan kesalahpahaman dan ajaran yang keliru seharusnya tidak mengganggu saya, kecuali bahwa saya mempunyai kewajiban untuk berusaha menjernihkan kekeliruan pemahaman tersebut. Masalah utama bukanlah bagaimana orang lain mendefinisikan kita, tetapi bagaimana Juru Selamat mendefinisikan kita. Maka pertanyaannya adalah, bagaimana Ia secara pribadi memandang setiap dari kita?
Oleh karena itu, sebagai anggota Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir kita perlu memusatkan perhatian kita pada hubungan kita sendiri dengan Bapa Surgawi dan Juru Selamat, Yesus Kristus.
Pada saat-saat terakhir kehidupan ayah saya yang saleh dan patut diteladani, dengan segala kekuatan yang dapat dikumpulkannya, ia mengutarakan dengan suara yang hampir tidak dapat didengar, "Saya hanya berharap Juru Selamat akan mendapatkan saya layak untuk disebut sebagai sahabatNya." Ah, manisnya disebut sebagai teman Juru Selamat! Sebagaimana didambakan ayah saya, sayapun bertanya-tanya, akankah Kristus memperhitungkan saya sebagai salah satu dombaNya? Akankah Ia melihat saya yang berusaha untuk meneladankan ajaran-ajaranNya dan mematuhi asas-asas ilahiNya? Akankah Ia menyebut saya sebagai muridNya? Akankah Ia menyebut saya seorang sahabat? Inilah yang benar-benar penting.
Juru Selamat memberikan persyaratan untuk persahabatan denganNya dalam Yohanes pasal lima belas, di mana Dia berfirman, "Kamu adalah sahabatKu, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu" (ayat 14). Dia kemudian memberikan ujian berat sewaktu mengatakan, "Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka" (Matius 7:16; lihat juga ayat 1718, 20). Begitulah kita semua akan dinilai--melalui buah kita, baik atau jahat. Pada penghakiman terakhir, jika buah kita memungkinkan demikian, kita akan diundang untuk duduk di sebelah kanan Allah. Di sana saya percaya kita akan menjadi sahabat-sahabatNya.
Maka, jika kita, bahkan dalam cara kita yang lemah dan terbata-bata, dengan sungguh-sungguh berusaha hidup seperti Kristus, bagaimana orang lain memilih untuk menilai kita seharusnya tidaklah menjadi soal. Tanggung jawab bagi kekristenan kita ada pada diri kita sendiri. Orang lain mungkin menilai kita sesuka mereka, tetapi Hakim yang Adil dan benar akan menilai kita apa adanya. Kemuridan kita ditentukan oleh kita sendiri, bukan oleh orang lain.
Sewaktu kita dibaptiskan, kita masing-masing dengan sukarela mengambil ke atas diri kita nama Kristus. Mengambil nama Kristus ke atas diri kita ini berakibat dalam sebuah perjanjian untuk mematuhi ajaran-ajaranNya. Kita memiliki kesempatan untuk memperbarui perjanjian kita dan mengkaji hidup kita sehari-hari setiap kali kita mengambil sakramen.
Kita semua dapat mengajukan kepada diri sendiri pertanyaan berikut: Apakah kita berdoa setiap hari, secara pribadi dan sebagai keluarga? Apakah kita membaca tulisan suci? Apakah kita menyelenggarakan malam keluarga dan membayar persepuluhan kita? Demikian seterusnya. Tetapi pertanyaan sesungguhnya adalah: Apakah kita akan menjadi seorang murid? Apakah kita akan menjadi seorang sahabat?
Alma bertanya: "Apakah kamu telah dilahirkan dari Allah secara rohani? Apakah kamu telah menerima rupaNya di dalam wajahmu? Apakah kamu telah mengalami perubahan yang hebat ini di dalam hatimu?" (Alma 5:14). Yang terutama adalah perubahan dalam hati kita--perubahan yang menghasilkan perubahan dalam cara hidup.
Kekhawatiran utama saya adalah, apakah saya telah melakukan sesuatu dalam kehidupan saya yang membuat Darlene mempertanyakan iman dan kesetiaan saya kepada Juru Selamat ? Tetapi dengan seketika saya menyadari bahwa keragu-raguannya bukanlah ditujukan kepada saya secara pribadi.
Setelah mempersilakan mereka duduk, saya bertanya kepada Darlene kenapa dia berpikir kami bukanlah orang Kristen. Jawabannya, karena pendetanya telah mengatakan demikian. Saya bertanya kepadanya apakah dia tahu nama resmi Gereja. Dia tidak tahu. Dia mengenal Gereja hanya dengan nama Mormon. Saya menjelaskan bahwa nama Gereja kita adalah Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir dan kemudian bertanya apakah itu bukan nama yang agak aneh bagi sebuah Gereja yang dianggap bukan Kristen. Saya kemudian meminta teman Katolik saya untuk menjelaskan dari berjam-jam pembahasan kami di pesawat terbang, di hotel, saat makan malam, dan pada kesempatan lainnya beberapa hal yang telah ia pelajari sehubungan dengan Kristus, ajaran-ajaranNya, dan kepercayaan-kepercayaan kita. Dia menjelaskan semuanya itu dengan lebih meyakinkan daripada yang bisa saya lakukan.
Jawaban Darlene adalah bahwa pendetanya telah memberitahu dia bahwa kita tidak percaya pada Alkitab, yang telah kita gantikan dengan Kitab Mormon. Saja menjawab dengan membagikan pasal kepercayaan ke delapan: "Kami percaya bahwa Alkitab adalah firman Allah sejauh Alkitab itu diterjemahkan secara betul; Kami juga percaya bahwa Kitab Mormon adalah firman Allah."
Saya kemudian menjelaskan bahwa Kitab Mormon adalah tulisan suci tambahan yang melengkapi Alkitab dan memberikan saksi lain bagi Kristus. Kitab Mormon merinci dan memperjelas banyak ajaran Kristus yang paling kudus dan penting. Tanggapannya adalah, "Pendeta saya bilang Kitab Mormon tidak mungkin berisikan ajaran Kristus, karena tidak ada wahyu lagi setelah kematian para rasul; maka, tidak ada tulisan suci lagi setelah Alkitab." Pertanyaan saya kepadanya adalah, "Pada suatu masa dengan perubahan yang demikian cepat dalam dunia yang bergolak dan penuh kesulitan, dengan demikian banyak masalah yang rumit, tidakkah anda akan bertanya-tanya mengapa seorang Bapa yang mengasihi berhenti berkomunikasi dengan anak-anakNya, yang demikian Ia kasihi sampai-sampai Ia rela mengorbankan Putra TunggalNya demi mereka?" Pembahasan berlanjut sekitar 15 sampai 20 menit, dengan saya terus berusaha untuk menjelaskan pemahaman harfiah kita tentang Korban Tebusan, Kebangkitan, dan ajaran penting lainnya tentang Juru Selamat. Saya mengakhiri dengan kesaksian terkuat yang dapat saya berikan tentang Bapa yang mengasihi dan seorang Putra yang rela berkorban.
Pada akhir pembahasan kami tanggapannya tetaplah sama, "Pendeta saya telah mengatakan demikian, dan demikianlah adanya." Dan demikianlah masalah itu ditinggalkan, membuat saya kecewa dan agak terganggu dengan kesalahpahaman tersebut.
Adalah menarik bagaimana kurangnya pengertian beberapa orang dapat, secara disengaja maupun tidak, menyesatkan banyak orang. Menilai pikiran dan hati nurani orang lain mungkin sebaiknya diserahkan kepada Hakim kita semua yang paling adil. Tentunya penentuan terakhir mengenai siapa murid Kristus yang sejati akan dilakukan oleh Juru Selamat sendiri, yang telah mengatakan : "Akulah gembala yang baik, dan Aku mengenal domba-dombaKu" (Yohanes 10:14).
Setelah diperkenalkan dengan beberapa ajaran dasar Gereja, Pendeta Charles Taylor, seorang pendeta kenalan saya, menghubungi saya untuk memberitahu mengenai pemahamannya yang telah diterangi mengenai Injil. Dengan penuh semangat ia menyatakan : "Jika anda meluangkan waktu untuk mempelajari ajaran-ajaran dan doktrin-doktrin Gereja Mormon, jelaslah bahwa orang Mormon sesungguhnya adalah orang Kristen. Bahkan, saya belum pernah berjumpa dengan orang yang lebih seperti Kristus daripada orang-orang Mormon yang baru-baru ini berkenalan dengan saya."
Saya menanggapi bahwa saya akan tertarik mendengarkan perasaan dan pengertiannya lebih lanjut setelah dia berkesempatan membaca Kitab Mormon dan dapat bersaksi tentang kesaksian dan ajarannya mengenai Juru Selamat. Tanggapannya: "Saya sedang membaca Kitab Mormon, dan kitab itu menyenangkan untuk dibaca. Ini telah memperluas pengertian saya tentang Kristus dan misiNya. Saya merasakan roh yang menyenangkan sewaktu membacanya."
Teman saya meluangkan waktu untuk mempelajari sendiri sebelum membuat penilaian. Ia tidak berusaha mempengaruhi orang lain berdasarkan pada kurangnya pemahaman atau kekeliruan pengertian. Ini bagi saya adalah sikap yang bertanggung jawab--mencari pemahaman sebelum menilai, dan tentunya sebelum mencoba mempengaruhi orang lain dengan pengertian pribadi yang keliru.
Kepada teman saya, Darlene, perkenankan saya menegaskan lagi bahwa Yesus Kristus adalah pusat dari setiap ajaran, setiap tata cara, dan setiap prinsip Gereja--sebagaimana tersirat dalam nama Gereja ini. Kitab Mormon bersaksi tentang Yesus Kristus, memberikan penekanan serta penjelasan pada ajaran-ajaranNya. Nefi, nabi di Kitab Mormon menyatakan kepada dunia, "Dan kita berbicara tentang Kristus, kita bersukacita dalam Kristus, kita berkhotbah tentang Kristus, kita bernubuat tentang Kristus dan kita menulis sesuai dengan nubuat-nubuat kita, supaya anak-anak kita dapat mengetahui kepada sumber mana mereka dapat mencari untuk pengampunan dosa-dosa mereka" (2 Nefi 25:26).
Nefi lebih lanjut menyatakan, "Tiada nama lain di kolong langit, kecuali Yesus Kristus, yang telah kubicarakan, yang olehNya manusia dapat diselamatkan" (2 Nefi 25:20).
Selama bertahun-tahun saya telah merenungkan pengalaman dengan teman saya Darlene tadi, terganggu dengan akhir dari padanya. Meskipun demikian, saya telah menyimpulkan bahwa pandangan berdasarkan kesalahpahaman dan ajaran yang keliru seharusnya tidak mengganggu saya, kecuali bahwa saya mempunyai kewajiban untuk berusaha menjernihkan kekeliruan pemahaman tersebut. Masalah utama bukanlah bagaimana orang lain mendefinisikan kita, tetapi bagaimana Juru Selamat mendefinisikan kita. Maka pertanyaannya adalah, bagaimana Ia secara pribadi memandang setiap dari kita?
Oleh karena itu, sebagai anggota Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir kita perlu memusatkan perhatian kita pada hubungan kita sendiri dengan Bapa Surgawi dan Juru Selamat, Yesus Kristus.
Pada saat-saat terakhir kehidupan ayah saya yang saleh dan patut diteladani, dengan segala kekuatan yang dapat dikumpulkannya, ia mengutarakan dengan suara yang hampir tidak dapat didengar, "Saya hanya berharap Juru Selamat akan mendapatkan saya layak untuk disebut sebagai sahabatNya." Ah, manisnya disebut sebagai teman Juru Selamat! Sebagaimana didambakan ayah saya, sayapun bertanya-tanya, akankah Kristus memperhitungkan saya sebagai salah satu dombaNya? Akankah Ia melihat saya yang berusaha untuk meneladankan ajaran-ajaranNya dan mematuhi asas-asas ilahiNya? Akankah Ia menyebut saya sebagai muridNya? Akankah Ia menyebut saya seorang sahabat? Inilah yang benar-benar penting.
Juru Selamat memberikan persyaratan untuk persahabatan denganNya dalam Yohanes pasal lima belas, di mana Dia berfirman, "Kamu adalah sahabatKu, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu" (ayat 14). Dia kemudian memberikan ujian berat sewaktu mengatakan, "Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka" (Matius 7:16; lihat juga ayat 1718, 20). Begitulah kita semua akan dinilai--melalui buah kita, baik atau jahat. Pada penghakiman terakhir, jika buah kita memungkinkan demikian, kita akan diundang untuk duduk di sebelah kanan Allah. Di sana saya percaya kita akan menjadi sahabat-sahabatNya.
Maka, jika kita, bahkan dalam cara kita yang lemah dan terbata-bata, dengan sungguh-sungguh berusaha hidup seperti Kristus, bagaimana orang lain memilih untuk menilai kita seharusnya tidaklah menjadi soal. Tanggung jawab bagi kekristenan kita ada pada diri kita sendiri. Orang lain mungkin menilai kita sesuka mereka, tetapi Hakim yang Adil dan benar akan menilai kita apa adanya. Kemuridan kita ditentukan oleh kita sendiri, bukan oleh orang lain.
Sewaktu kita dibaptiskan, kita masing-masing dengan sukarela mengambil ke atas diri kita nama Kristus. Mengambil nama Kristus ke atas diri kita ini berakibat dalam sebuah perjanjian untuk mematuhi ajaran-ajaranNya. Kita memiliki kesempatan untuk memperbarui perjanjian kita dan mengkaji hidup kita sehari-hari setiap kali kita mengambil sakramen.
Kita semua dapat mengajukan kepada diri sendiri pertanyaan berikut: Apakah kita berdoa setiap hari, secara pribadi dan sebagai keluarga? Apakah kita membaca tulisan suci? Apakah kita menyelenggarakan malam keluarga dan membayar persepuluhan kita? Demikian seterusnya. Tetapi pertanyaan sesungguhnya adalah: Apakah kita akan menjadi seorang murid? Apakah kita akan menjadi seorang sahabat?
Alma bertanya: "Apakah kamu telah dilahirkan dari Allah secara rohani? Apakah kamu telah menerima rupaNya di dalam wajahmu? Apakah kamu telah mengalami perubahan yang hebat ini di dalam hatimu?" (Alma 5:14). Yang terutama adalah perubahan dalam hati kita--perubahan yang menghasilkan perubahan dalam cara hidup.
APAKAH TUHAN SELALU MENJAWAB DOA KITA?
Suatu hari, seorang teman berkata kepada saya, kenapa tidak saya bawa kepada bapak "A"? Bapak ini hebat sekali, dapat menyembuhkan hampir berbagai penyakit. Lalu katanya lagi, orang yang kena santet-pun dapat ditolong, bahkan dengan "kesaktian"nya... ia juga sanggup untuk menyantet seseorang. Saya mengucapkan terima kasih kepadanya atas rekomendasi tersebut. Beberapa hari kemudian banyak lagi teman-teman maupun tetangga yang merekomendasikan "orang pintar" kepada saya. Setiap malam saya terus bergumul dengan DIA, tolong jawab doa saya. Hari minggu ketika kami sedang menonton TV, datang teman saya membawa seseorang yang tidak saya kenal. Dia menjelaskan kepada saya bahwa orang ini (yang teman saya bawa) adalah "orang pintar". Saya terus terang sangat menghargai usaha teman saya dan sangat menghargai niat baiknya untuk menolong Devina. Dalam hal ini saya tidak dapat menolak kebaikan hatinya. Lalu disemburlah lutut anak saya oleh "orang pintar" tersebut dengan air putih yang sebelumnya telah dimantera-materai. Selesai sudah, beliau berkata, besok anak saya pasti dapat berjalan bahkan berlari.Beliau pamit pulang dan saya mengucapkan terima kasih. Setelah kepulangan mereka, saya langsung masuk kamar, kembali bergumul dengan DIA, saya percaya kepadaMU, tolong jangan sembuhkan anak saya dalam dua atau tiga hari ini, biarlah akan saya tunjukkan bahwa bukan karena "orang pintar" tersebut anak saya sembuh. Saya tidak percaya bahwa orang yang dapat mencelakai orang lain dengan santet, mendapat anugerah penyembuhan dari TUHAN. Benar... seminggu telah berlalu, semburan pada lutut tidak ada efek sama sekali, Devina tetap tidak dapat berjalan. Malam hari saya bergumul lagi dengan DIA, tiba-tiba terlintas dalam pikiran saya, TUHAN kok sepertinya "cuek" saja. Tapi saya cepat-cepat hilangkan pikiran tersebut. Tapi saya tahu bahwa TUHAN sudah mengetahui pikiran saya tadi sebelum terlintas dalam benak saya. Saya berkata, "TUHAN semua tabungan saya selama bertahun-tahun sudah habis terpakai oleh biaya pengobatan anak saya, bagaimana selanjutnya?" Tanya saya. Setelah selesai berdoa... saya melamun, tiba-tiba terlintas dalam benak saya, kata-kata seperti ini, "Percaya saja kepadaKU". Saya lalu terperanjat kaget, pikiran yang terlintas tersebut sangat pendek dan hilang begitu saja ketika saya sadar. Saat itu kepercayaan pada DIA kembali naik, meskipun sebenarnya kepercayaan padaNYA tidak hilang tapi terus terang sedikit berkurang. Benar... TUHAN selalu mendengar doa kita, saya dapat buktiNYA.Pada bulan November 1998 saya kembali direkomendasikan oleh seorang teman pada seorang sinshe yang lain. Dia menjelaskan bahwa sinshe ini "telaten". Saya coba membawa Devina kesana (saya tetap beranggapan bahwa Devina keseleo tanpa patah tulang). Benar kata teman saya, sinshe ini benar-benar telaten. Ia sama sekali tidak memegang sedikitpun pada Devina tetapi berkata bawa dahulu ke laboratorium untuk di x-ray. Saya jawab sudah, dua bulan lalu, dan menurut pihak laboratorium tidak ada patah tulang sama sekali. Tetapi sinshe tersebut tetap meminta saya untuk melalukan x-ray lagi besok dan membawa hasilnya untuk dia analisa. Keesokan harinya saya bawa Devina untuk di x-ray. Setelah meminta surat pengantar pada dokter disana, Devina di x-ray sama seperti dulu yaitu bagian pinggul depan belakang, bagian lutut kiri kanan dan bagian dada depan belakang. Hasil x-ray saya bawa kembali pada dokter yang memberikan surat pengantar tadi. Alangkah kagetnya kami ketika dokter tersebut mengatakan bahwa Devina terserang TBC TULANG.Kembali terlintas pada benak saya bahwa TUHAN memberi petunjuk yang mungkin dilakukanNYA melalui teman saya dan sinshe "telaten". Saya sedikit shock dengan berita tersebut, saya kembali bertanya, "TUHAN... kenapa Devina sampai terkena TBC tulang?" DIA kembali menjawab doa saya. Sore harinya, saya menceritakan pada teman sekantor saya. Ia lalu berkata, bawa saja ke dokter "G". Dokter ini ahli x-ray dan mengajar tentang x-ray juga pada universitas sebagai dosen ahli. Besoknya, saya ajak Devina ke dokter "G" tersebut dan menceritakan hasil diagnosa dokter di laboratorium. "Coba saya lihat." Katanya... lalu ia tersenyum dan berkata "jangan takut, ini tidak apa-apa. Ini bukan TBC tulang tetapi rematik tulang karena lama tidak terjadi aktivitas pada kaki Devina." Kemudian dokter "G" memberi resep dan berkata kepada saya "harus sabar ya... mungkin pengobatannya memerlukan waktu cukup lama, karena ada sedikit cairan juga pada kedua lututnya... nanti juga hilang sendiri."Setelah dua hari Devina meminum obat tersebut, ia dapat berjalan kembali dan ceria. Meskipun sampai saat ini Devina masih terapi (seminggu sekali, dan telah berjalan 11 bulan sampai tulisan ini dibuat), namun saya percaya Devina akan sembuh dengan jamahan TUHAN melalui dokter "G". Saya percaya, TUHAN pasti selalu menjawab doa kita semua. Dan benar terbukti jika kita percaya kepadaNYA.
YESUS KEKUATANKU
Beberapa hari yang lalu, saya telah merasakan pertolong Tuhan yang sungguh luar biasa dimana saya sedang mengalami kebimbangan tentang masa depan saya. Pada saat saya sedang menyelesaikan studi akhir saya di sebuah Universitas di kota semarang ini, saya banyak bergumul dengan masa depan saya. Saya kadang merasa takut dan putus asa menjalani hidup ini. Saya bingung tentang apa dan bagaimana saya harus berbuat. Tetapi Tuhan Yesus melalui Roh Kudus-Nya selalu menghibur dan menguatkan hati saya. Pada waktu saya menjalani ujian akhir program S1 itu, banyak di antara teman-teman saya yang tidak lulus dan bahkan dosen pembimbing saya mengatakan kepada saya bahwa peluang yang saya miliki untuk lulus sangat kecil.Namun saya tidak perduli dengan semua itu. Saya tetap tekun belajar dengan giat dan keras dan selalu berdoa memohon bimbingan Tuhan Yesus. Ketika tiba saatnya menjelang pengumuman hasil ujian, hati saya berdebar-debar. Hati saya bimbang, tetapi Roh Kudus berkata dalam hati saya, "Jangan takut Tuhan akan melakukan perkara yang besar dalam hidupmu". Saat saya memasuki ruang pengumuman, Pembantu Dekan saya membacakan hasil ujian saya dan saya dinyatakan lulus saya sangat terharu dan menangis karena bahagia.Kalau bukan Tuhan yang menolong saya maka sia-sialah semua yang telah saya lakukan. Saya bersyukur atas semua anugerah-Nya dan saya sadar sepenuhnya bahwa tanpa Tuhan saya bukan apa-apa. Tetapi oleh kasih dan kuasa-Nya yang besar saya dapat berhasil. Dan sekali lagi Tuhan menyatakan mujizat-Nya dengan memberikan lapangan kerja yang baik yang telah TUHAN siapkan untuk saya, dan saya juga bersyukur pada Tuhan jikalau sampai saat ini saya masih dapat bekerja di tempat saya bekerja.Sungguh merupakan anugerah Tuhan yang luar biasa yang telah saya alami dalam kehidupan saya bersama Tuhan. Hidup ini serasa berarti jika Tuhan selalu dekat dengan kita, Di tengah krisis moneter yang sedang melanda negara ini, iman kita diuji untuk tetap setia dan berharap pada Tuhan. Percayalah, bahwa di balik semua kejadian saat ini ada rencana Tuhan yang indah buat anak-anak-Nya yang bersandar dan berharap kepada-Nya. Kuasa Tuhan Yesus sama dari dulu, sekarang dan selamanya tidak pernah berubah oleh keadaan zaman ini. Saya berharap melalui kesaksian saya ini saudara mendapat kekuatan baru dari Tuhan dan mampu menjalani hidup ini dengan lebih berhasil dari hari-hari kemarin.
Senin, 19 Mei 2008
Apakah kalian sahabat sejati
KALIAN pasti punya teman bermain. Untuk mengetahui apakah kalian tipe sahabat sejati, cobalah baca kuis berikut. Jawab pertanyaan dan hitung skornya. 1. Suatu hari kalian mengantar teman ke toko pakaian. Ia sudah memilih suatu baju tertentu, tetapi sebenarnya baju itu tidak cocok dengannya. Ia bertanya padamu, bagaimana caramu memberi pendapat : a. Karena tak ingin menyinggung perasaannya, bilang saja, baju itu pantas untuknya. b. Bilang tidak tahu c. Mengusulkan cari model yang lain saja, yang lebih cocok. 2. Teman baik kalian punya masalah rahasia yang hanya diceritakan padamu. Ia memintamu untuk menjaga rahasia itu berdua saja. a. Yang kalian lakukan benar-benar menjaga rahasia itu dan tidak menceritakannya pada orang lain b. Menceritakan pada orang lain c. Mencoba memcahkan masalah itu dengannya. 3. Teman baik kalian selalu mecontek PR setiap hari. a. Bilang padanya, jangan contek terus. Belajar sendiri. b. Berbohong bahwa belum mengerjakan PR c. Membantu dan menemaninya belajar agar mampu mengerjakan PR 4. Teman baik kalian tahun ini tidak mendapat rengking di sekolah. a. Menghiburnya dengan mengajaknya bercakap-cakap b. Menemaninya seharian selama ia marah-marah c. Membujuknya agar belajar dengan keras dan mengajak belajar bersama 5. Teman baik kalian suka sekali menelpon ke rumah. Padahal waktu tersebut harusnya untuk mengerjakan PR. a. Tetap menerima telepon dan mendengarkannya sampai malam b. Pura-pura mendengarkan, tetapi sambil mengerjakan tugas sekolah c. Mengatakan terus terang tidak bisa menerima teleponnya dan masih punya pekerjaan rumah yang harus diselesaikan 6. Dua orang teman main kalian baru saja bertengkar hebat. Kalian disuruh milih, mau berteman dengan si A atau si B. a. Kalian pilih si A, karena takut. b. Kamu setuju tidak berteman dengan B selama ada si A didekatmu c. Tidak berpihak kemanapun 7. Teman baik kalian sedang sakit dan menjadi cengeng karena harus berbaring setiap hari di tempat tidur., a. Malas mengunjunginya karena tak suka melihat sifat cengengnya b. Kirim saja kartu ucapan semoga cepat sembuh c. Tetap rajin menjenguknya sampai sembuh 8. Teman baik kalian ingin belajar berenang. Tetapi ia takut tenggelam. a. Kamu memaksanya untuk les berenang b. Waktu di tepi kolam sengaja mendorongnya ke air supaya ia berani c. Kalian memberikan contoh berenang dengan benar, dan meyakinkannya bahwa ketakutannya tak beralasan. Sekarang periksa jawabanmu, manakah yang lebih banyak : Lebih banyak A, artinya : Kalian adalah teman yang sangat setia. Kesetiaan lebih dipentingkan daripada mempertimbangkan baik buruknya persahabatan itu. Karenanya kalian sering terjebak untuk tidak bersikap jujur pada teman. Sikap diam tak jujur itu akan menjerumuskan teman baik melangkah ke hal yang salah. Lebih banyak B, artinya : Kalian tipe teman yang menyenangkan, selama tidak ada masalah. Tetapi bila teman tertimpa musibah atau masalah, kalian akan menyerah dan menghindar. Kalian cenderung susah diajak kerjasama dan seringkali dianggap pengkhianat. Lebih banyak C, artinya : Kalian adalah sahabat sejati yang setia dan menyenangkan. Mudah diajak kerjasama, teman berbagi suka dan duka, mau saling mengingatkan dan jujur mengatakan kebenaran. Meskipun kebenaran itu tidak menyenangkan. Sikap ini akan menyelamatkan persahabatan.
Sahabat ada Pada Saat kita Ada masalah
Sabtu pagi. “Amru … dipanggil kepala sekolah!” lagi-lagi namaku dipanggil. Aku sudah tahu apa yang akan disampaikan Kepala Sekolah. Bulan lalu Bu Isti wali kelasku memanggil menyampaikan salam untuk orang tuaku untuk segera membayar biaya SPP-ku yang sudah nunggak hampir 6 bulan. Sebulan sebelumnya bahkan bagian Tata Usaha sudah berkali-kali memanggilku hingga semua teman-teman tahu setiap kali aku dipanggil pasti urusannya dengan soal bayaran sekolah.
Sejak ayah tidak ada, kondisi ekonomi keluargaku memang semakin terdesak. Ibu yang hanya lulusan PGA (Pendidikan Guru Agama) menggunakan kemampuannya mengetuk satu persatu pintu orang-orang berada dan menawarkan jasanya untuk mengajar ngaji anak-anak mereka. Akibat kebutuhan yang mendesak itulah, ibu selalu kehabisan uang untuk biaya sekolahku, juga adik-adikku.
Ada Wicaksono, kami memanggilnya Sony, di kelas ia selalu menjadi biang keributan, sering membuat onar dan tidak jarang berbuat usil terutama kepada perempuan. Hampir semua anak dikelas tak menyukainya, selain ia juga sombong. Ia sangat suka pamer jika mempunyai barang-barang bagus yang baru dibelikan orangtuanya, seperti sepatu dan tas. Dilihat dari merk-nya sih, jelas tidak murah, bagus pula modelnya. Aku tak pernah iri kepadanya, hanya saja yang membuat aku membencinya lebih karena ocehannya setiap petugas tata usaha memanggilku. “Pinter-pinter nunggak…” atau sindiran lainnya.
Sore menjelang Ashar, dengan langkah gontai aku memasuki teras rumah. Kulihat ibu sedang menyapu lantai. Sejak dalam perjalanan pulang sudah kuputuskan untuk tidak menyampaikan surat panggilan kepala sekolah agar tidak menjadi beban pikiran Ibu. Lagi pula mulai besok sampai minggu depan sekolah libur.
Satu minggu sesudah jadwal masuk aku masih belum mau ke sekolah. Aku ‘membohongi’ ibu dengan mengatakan bahwa libur sekolah diperpanjang. Hingga akhirnya Fauzan, seorang temanku datang dan mengajakku ke sekolah. Ada yang lain di sekolah, petugas TU yang biasanya tak pernah senyum kepadaku, hari ini begitu ramah. Di kelas, tak ada yang berubah kecuali Sony, teman- teman bilang ia telah berubah setelah mengikuti pesantren kilat selama liburan yang lalu. Tak ada lagi kesombongan dan sifat usilnya.
Itu dua belas tahun yang lalu, saat aku masih duduk dibangku SMA kelas 2. Kini aku tak pernah bertemu lagi dengan mereka, orang-orang yang pernah menjadi bagian dari perjalanan hidupku. Yang kutahu cuma satu, Fauzan, teman sekolahku dulu kini menjadi salah satu staf dalam perusahaan yang aku dipercaya menjadi General Managernya. Satu bulan lalu saat acara syukuran di kantor atas dipercayanya aku menjadi GM, Fauzan membisikkan sesuatu yang membuatku menitikkan airmata. “Masih ingat Sony? Dia menjual tas dan sepatu barunya untuk melunasi tunggakan biaya sekolah kamu dulu”. Sahabat sejati ternyata bukan memberi pada saat orang meminta, ia mempunyai mata pandang yang mampu menembus relung kebisuan sahabatnya. Ia memberi tanpa kata-kata, tanpa menepuk dada.
—–
Saudaraku, mungkin sepanjang perjalanan hidup kita pernah ada orang- orang yang menjadikan dirinya batu pijakan sehingga kita bisa melangkah maju dan lebih jauh. Meski cuma batu kecil, namun keberadaannya mungkin telah mengubah hidup kita dan menyelamatkan kita dari jurang kejatuhan yang melumpuhkan. Sayangnya, seringkali kita tak pernah menengok batu-batu pijakan itu bahkan melupakannya.
(Desember)
Sejak ayah tidak ada, kondisi ekonomi keluargaku memang semakin terdesak. Ibu yang hanya lulusan PGA (Pendidikan Guru Agama) menggunakan kemampuannya mengetuk satu persatu pintu orang-orang berada dan menawarkan jasanya untuk mengajar ngaji anak-anak mereka. Akibat kebutuhan yang mendesak itulah, ibu selalu kehabisan uang untuk biaya sekolahku, juga adik-adikku.
Ada Wicaksono, kami memanggilnya Sony, di kelas ia selalu menjadi biang keributan, sering membuat onar dan tidak jarang berbuat usil terutama kepada perempuan. Hampir semua anak dikelas tak menyukainya, selain ia juga sombong. Ia sangat suka pamer jika mempunyai barang-barang bagus yang baru dibelikan orangtuanya, seperti sepatu dan tas. Dilihat dari merk-nya sih, jelas tidak murah, bagus pula modelnya. Aku tak pernah iri kepadanya, hanya saja yang membuat aku membencinya lebih karena ocehannya setiap petugas tata usaha memanggilku. “Pinter-pinter nunggak…” atau sindiran lainnya.
Sore menjelang Ashar, dengan langkah gontai aku memasuki teras rumah. Kulihat ibu sedang menyapu lantai. Sejak dalam perjalanan pulang sudah kuputuskan untuk tidak menyampaikan surat panggilan kepala sekolah agar tidak menjadi beban pikiran Ibu. Lagi pula mulai besok sampai minggu depan sekolah libur.
Satu minggu sesudah jadwal masuk aku masih belum mau ke sekolah. Aku ‘membohongi’ ibu dengan mengatakan bahwa libur sekolah diperpanjang. Hingga akhirnya Fauzan, seorang temanku datang dan mengajakku ke sekolah. Ada yang lain di sekolah, petugas TU yang biasanya tak pernah senyum kepadaku, hari ini begitu ramah. Di kelas, tak ada yang berubah kecuali Sony, teman- teman bilang ia telah berubah setelah mengikuti pesantren kilat selama liburan yang lalu. Tak ada lagi kesombongan dan sifat usilnya.
Itu dua belas tahun yang lalu, saat aku masih duduk dibangku SMA kelas 2. Kini aku tak pernah bertemu lagi dengan mereka, orang-orang yang pernah menjadi bagian dari perjalanan hidupku. Yang kutahu cuma satu, Fauzan, teman sekolahku dulu kini menjadi salah satu staf dalam perusahaan yang aku dipercaya menjadi General Managernya. Satu bulan lalu saat acara syukuran di kantor atas dipercayanya aku menjadi GM, Fauzan membisikkan sesuatu yang membuatku menitikkan airmata. “Masih ingat Sony? Dia menjual tas dan sepatu barunya untuk melunasi tunggakan biaya sekolah kamu dulu”. Sahabat sejati ternyata bukan memberi pada saat orang meminta, ia mempunyai mata pandang yang mampu menembus relung kebisuan sahabatnya. Ia memberi tanpa kata-kata, tanpa menepuk dada.
—–
Saudaraku, mungkin sepanjang perjalanan hidup kita pernah ada orang- orang yang menjadikan dirinya batu pijakan sehingga kita bisa melangkah maju dan lebih jauh. Meski cuma batu kecil, namun keberadaannya mungkin telah mengubah hidup kita dan menyelamatkan kita dari jurang kejatuhan yang melumpuhkan. Sayangnya, seringkali kita tak pernah menengok batu-batu pijakan itu bahkan melupakannya.
(Desember)
Langganan:
Postingan (Atom)