Pengertian kita secara umum, kehidupan boleh menjadi berkat bagi orang lain apabila kita hidup tanpa masalah, semuanya dalam keadaan aman terkendali. Kita boleh menjadi berkat, apabila dompet masih tebal, kantong masih berisi, kondisi kesehatan dalam keadaan prima dan keluarga semuanya baik-baik saja. Dalam perikop yang menjadi bahan renungan persekutuan kita malam ini, justru Paulus menceritakan kesaksian hidupnya, yang justru menjadi berkat dalam banyak penderitaan dan pergumulan.
Setiap orang diantara kita tentu bisa membandingkan tingkat penderitaan yang pernah kita alami dengan penderitaan yang dialami Paulus. Sebelum menjadi pengikut Kristus, ketika ia masih bernama Saulus, ia adalah seorang tokoh pimpinan pemuda radikal kaum Yahudi. Ia seorang teolog keluaran perguruan tinggi terbaik di Israel, ia adalah seorang anggota kelompok Farisi yang merupakan pimpinan masyarakat pada waktu itu. Dalam keberadaannya ini, ia memiliki segala sesuatu untuk dapat dibanggakan. Ia menyebutkan secara terus terang bahwa sebelum menjadi pengikut Kristus, ia malah menjadi seorang penganiaya umat Kristiani.
Ketika memutuskan mengikut Yesus, Paulus kehilangan semua yang dimilikinya, jabatannya, miliknya dan teman-temannya. Tetapi sungguh mengherankan, justru dalam keadaan seperti ini, ia mengatakan bahwa dibandingkan dengan sukacita yang dialaminya kini, kehidupannya yang lama ia anggap sebagai sampah. Apakah gerangan yang menyebabkan terjadinya perubahan yang di luar akal pikiran manusia ini? Marilah kita bersama-sama merenungkannya bersama-sama sehingga setiap kita juga boleh menjadi berkat dalam kehidupan kita, terlepas dari betapa banyaknya pergumulan kita.
Kasih karunia Allah adalah dasar kehidupan yang diberkati (ay 1-3)
Sumber dari segala berkat adalah Allah sendiri. Ia memberikan berkat bagi orang-orang yang telah diselamatkan. Orang-orang yang diselamatkan adalah mereka yang menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat-nya. Darah Yesus yang dicurahkan dan tubuhNya yang dihancurkan di kayu salib itu adalah korban penebusan bagi dosa manusia. Masalahnya, apakah kita percaya kepada Yesus. Percaya disini, berarti bersedia menjalankan FirmanNya, bersedia untuk diubah oleh Roh Kudus sehingga kita memiliki suatu karakter Kristiani yang semakin lama semakin disempurnakan.
Dewasa ini, Tuhan sedang menyaksikan kepada dunia ini bahwa Ia memberkati orang-orang yang dikasihiNya, sama seperti Ia memberkati kehidupan Paulus dan para rasul lainnya, sama seperti ia memberkati kehidupan Abraham, Yusuf, Musa, Yosua dan tokoh-tokoh Alkitab lainnya. Kalau kita merasa kehidupan kita masih belum diberkati, kesalahannya adalah pada kita dan bukan pada pihak Tuhan, atau barangkali mata rohani kita belum tercelik, bahwa Ia sesungguhnya sudah memberkati kita dengan limpah. Apabila kita masih bernafas, bukankah ini suatu berkat besar ?
Bersabar dalam penderitaan (ay 4-8)
Sabar adalah kata kunci dalam hidup berkemenangan. Kita boleh jadi punya pengalaman-pengalaman pahit oleh karena ketidaksabaran kita. Buru-buru jalan jadi terpelecok, buru-buru ambil putusan beli barang jadinya rugi. Apabila ada badai atau kesesakan sedang melanda hidup kita, bersabarlah. Badai pasti berlalu, Tuhan selalu menyediakan pertolongan tepat pada waktunya. Tuhan memberi berkat kepada orang yang sabar.
Dalam Roma 12:12, Rasul Paulus menuliskan :”Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa”. Doa adalah sarana komunikasi langsung dengan Bapa Surgawi, menguatkan kita dalam pergumulan kita dan memampukan kita untuk bersikap sabar. Alangkah sayangnya apabila fasilitas ini tidak dimanfaatkan, yang sebenarnya dapat digunakan oleh setiap orang percaya.
Tidak dikenal namun menjadi orang terkenal (ay 9a)
Kebanyakan para rasul, bukanlah orang yang terkenal, bahkan berasal dari lapisan masyarakat bawah. Petrus, Yakobus dan Yohannes adalah nelayan-nelayan tanpa pendidikan. Namun pada waktu mereka memutuskan untuk mengikut Yesus, kehidupan mereka berubah secara total dan menjadi orang terkenal, pelayanan mereka menjadi berkat bagi banyak orang.
Dewasa ini, ada banyak keluarga yang secara formal adalah orang Kristen namun sikap kekristenannya belum dinyatakan dalam sikap hidup mereka. Sudah Kristen, tapi masih ke dukun dan main judi. Di tengah keluarga seperti ini, diperlukan pahlawan iman, yaitu seorang anggota keluarga yang percaya utuk membawa agar saudara-saudara lain ikut diselamatkan oleh Tuhan.
Nyaris mati namun tetap hidup (ay 9b)
Kehidupan Paulus adalah kehidupan yang nyerempet-nyerempet bahaya. Dirampok dalam perjalanan, kapal karan, dimasukkan ke dalam penjara dan dipecut dengan cambuk adalah kepahitan-kepahitan hidup yang sering dialami oleh Paulus. Melalui penderitaannya, ia menyaksikan Yesus yang bekerja dalam hidupnya. Justru dalam keadaan yang begitu berat, Paulus senantiasa memancarkan cahaya kehidupan yang bersukacita seperti tampak dalam tulisan-tulisannya, diantaranya ada yang ditulis dari dalam penjara.
Melangkah dengan iman sering tampak bagi orang luar sebagai kehidupan yang berbahaya. Langkah iman Abraham meninggalkan tanah Haran, adalah kehidupan menempuh jalan berbahaya. Dan pada umumnya, dalam kacamata pikiran manusia, langkah iman itu adalah langkah yang mengandung resiko karena ada banyak hal di depan yang tidak diketahui.
Bersukacita senantiasa (ay 10a)
Dalam Filipi 4:4, Paulus menulis: “ Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!” Sikap bersukacita selalu tampak dalam kehidupan Paulus, betapapun buruk keadaan yang sedang diahadapinya. Dalam keadaan terpasung di penjara Filipi yang gelap, bersama rekan sekerjanya Silas, ia mampu bernyanyi memuji Tuhan.
Bersukacita dalam duka, adalah suatu sikap yang tidak bisa dipahami akal pikiran manusia. Pasti ada kuasa yang luar biasa yang telah memampukannya melakukan itu semua, kuasa itu adalah kuasa Tuhan, Allah yang Maha Tinggi, kuasa Tuhan Yesus, kuasa Roh Kudus. Didalam persekutuan yang erat dengan Tuhan Yesus, ada selalu perasaan sukacita dalam hati kita, tidak tergantung pada kondisi.
Hambatan untuk bersukacita bukan datang dari suatu keadaan yang buruk, tetapi datang dari hati kita sendiri. Keeratan kita dengan dunia ini, membawa begitu banyak ketidakpuasan dan kekecewaan. Harta dan kekayaan, jabatan dan kuasa serta status sosial tidak memberikan perasaan sukacita, malah seringkali memberi perasaan tidak aman, kuatir dan tidak memberi rasa puas.
Miskin namun menjadi berkat melimpah (ay 10b)
Secara harta materi, tentu saja Paulus adalah seorang miskin. Bukan saja dia, tetapi juga Yesus dalam pelayannya di dunia ini adalah seorang miskin, tidak punya rumah, tanah dan semacamnya. Kita perlu angkat masalah kemiskinan ini, karena ada banyak orang yang segan atau tidak mau melayani karena menganggap dirinya miskin, padahal pelayanan tidaklah ditentukan oleh kekayaan kita melainkan oleh ketergerakan hati kita.
Paulus, seorang rasul bagi orang bukan Yahudi, seperti dia menyebut dirinya, telah menjadi saluran berkat keselamatan dari Kristus Yesus. Surat-surat kirimannya yang merupakan surat-surat penggembalaan bagi berbagai jemaat di Asia Kecil dan Eropah bagian selatan pada waktu itu, kini merupakan bagian dari Alkitab. Surat-surat yang ditulisnya dengan ilham Roh Kudus, menjadi referensi agar kita yang hidup pada masa kemudian semakin dapat mengenal Allah dan karya keselamatannya.
Penutup
Kehidupan yang berkemenangan adalah kehidupan yang memiliki arti bagi sesama. Pengertian sesama di sini, tentulah lebih luas dari hanya sekedar mengasihi keluarga (perampok juga mengasihi keluarganya), tetapi dapat menjangkau bagian masyarakat yang lebih luas, apakah itu dalam keluarga, pekerjaan atau kehidupan kita dalam masyarakat.
Kehidupan dapat menjadi berkat, tidak tergantung keadaan kita sedang dalam kesesakan, penderitaan atau pergumulan. Sering sekali, dalam pergumulan dan kesesakan, pelayanan kita juga meningkat, karena kita banyak bersekutu dan berdoa kepada Tuhan. Ada hamba Tuhan yang dapat berkhotbah berapi-api manakala ia sedang berada dalam pergumulan yang berat, karena doanya akan lebih kencang dan lebih sungguh-sungguh.
Penderitaan dan pergumulan memang sudah menjadi bagian yang tak terelakkan dalam hidup kita, tetapi alangkah berbahagianya kita, apabila dalam keadaan seperti itu, kita bisa tetap merasa sukacita dan tetap menjadi berkat bagi sesama kita. Tuhan memberkati kita sekalian. Amin.
Keselamatan Adalah Berkat Terbesar
Belajar Dari Kitab Yesaya (Yes 52:14 – 53:12)
================================
Pengantar
Kitab Yesaya dapat dianggap sebagai sebuah Alkitab mini. Perhatikanlah, bahwa Alkitab berisi 66 kitab, yang terdiri dari 39 kitab Perjanjian Lama dan 29 kitab Perjanjian Baru, sedangkan kitab Nabi Yesaya terdiri dari 66 pasal yang terdiri dari 2 bagian, bagian pertama terdiri dari 39 pasal dan bagian kedua terdiri dari 29 pasal. Pasal 40 memuat pernyataan yang berbunyi : “Persiapkanlah di padang gurun jalan untuk Tuhan, luruskanlah di padang belantara jalan raya bagi Allah kita!” . Kalimat yang sama diucapkan oleh Nabi Yohanes Pembabtis pada bagian awal kitab Injil. Pasal penutup dari kitab Yesaya berbicara tentang “langit yang baru dan bumi yang baru”. Kitab Wahyu, kitab penutup dari Perjanjian Baru berbicara pula persis tentang hal yang sama.
Bagian yang kita renungkan dalam persekutuan malam ini adalah sebuah Injil mini yang menubuatkan kelahiran, pelayanan, kematian dan kebangkitannya. Sungguh indah dan sempurna, nubuatan ini. Membuat kita terkagum-kagum akan karya Tuhan melalui Nabi Yesaya. Dengan jelas, Yesaya telah menubuatkan bahwa Mesias yang akan datang itu adalah Mesias yang menderita yang “buruk rupanya, bukan seperti manusia lagi”. Nubuatan digenapkan oleh kehadiran Yesus yang dilahirkan di kandang hewan, dibaringkan di palungan, bukan seperti bayi manusia pada umumnya. Mata rohani bangsa Israel tertutup, tidak bisa melihat kehadiran Mesias yang miskin, lahir dari keluarga sederhana dan mati mengenaskan secara tersalib. Siapa yang bisa menduga rancangan Tuhan bahwa berkat terbesar yang disampaikan-Nya adalah melalui seorang Mesias yang buruk rupa.
Kehadiran Yesus memberi pencerahan terbesar dalam sejarah umat manusia, yang masih tetap penting sampai sekarang ini dan masa yang akan datang, bahwa Tuhan mengampuni manusia, bahwa Ia menebus dosa umat manusia dengan mengorbankan dirinya, dengan cara merendahkan dirinya pada suatu tingkat yang tidak bisa dimengerti oleh manusia. Peristiwa ini perlu sering kita renungkan dalam hati kita dan kita bicarakan dalam persekutuan kita, sehingga kita akan tertemplak ketika kita mulai tinggi hati dan bersungut-sungut.
Penderitaan Yesus sebagai saluran berkat (Yes 52:13 – 52:4, 7-9)
Manusia, dari segala macam agama, biasanya membangun rumah yang megah bahkan mewah dan mahal. Pada waktu kita melihat gambar gedung-gedung yang indah itu, yang tampak justru kekuatan dan kekuasaan manusia itu sendiri, bukan kekuatan dan kekuasaan Tuhan. Adakalanya, bangunan itu terasa asing bagi manusia. Gedung-gedung megah itu memang indah, tetapi tidak memiliki kemampuan untuk bersambung hati dengan manusia yang pada dasarnya adalah umat yang menderita.
Yesus memilih kehadirannya di dunia ini sebagai seorang yang miskin tidak punya apa-apa, walau Ia sebenarnya adalah pemilik segala sesuatu karena Ia yang menciptakan alam semesta dengan segenap isinya. Ia mampu menanggung kehinaan yang besar walau Ia sebenarnya adalah Allah yang mulia. Melalui kehadiran Yesus sebagai manusia lapisan paling bawah, Allah menyatakan solidaritasnya dengan manusia yang menderita, tidak peduli asalnya apakah laki-laki atau perempuan, berpendidikan atau tidak, kaya atau tidak, gagah atau tidak Mungkin kita akan berkata bahwa tidak semua manusia menderita, misalnya para konglomerat dan orang-orang kaya lainnya. Tetapi Yesus memperlihatkan bahwa orang-orang kaya, yang diwakili oleh Zakeus dan Matius dalam Injil, juga menderita kekeringan rohani yang sangat.
Sebagai Mesias yang menderita, Yesus pastilah mengetahui apa arti penderitaan dan pergumulan hidup kita. Betapa besar-pun pergumulan kita, Yesus mengetahuinya. Ia menangis pada waktu kita menangis, Ia juga bersukacita pada waktu kita bersukacita. Oleh karena itu Ia sering disebut sebagai Sahabat Sejati. Kehadiran Yesus menunggang-balikkan pemahaman manusia tentang Allah. Sebelumnya, seperti juga masih dianut oleh banyak agama di dunia, Allah adalah Tuhan yang jauh dari kediaman manusia. Kehadiran Yesus memperlihatkan bahwa Tuhan dekat dengan umat-Nya, bahkan pada masa kini Ia tinggal sebagai Allah Roh Kudus dalam hati orang-orang percaya.
Yesus telah mengalahkan penderitaan. Pada bagian akhir setelah penyaliban-Nya, Ia bangkit dari kubur dan mengalahkan kematian. Dengan demikian, kematian sebagai musuh manusia yang mengerikan, kini tidak perlu ditakuti lagi. Penderitaan dalam pelayanan adalah suatu pengorbanan,dan pengorbanan adalah kasih. Yesus telah mengorbankan diri-Nya karena Ia mengasihi manusia. Penderitaan Yesus adalah saluran berkat kasih Allah bagi manusia.
Keselamatan sebagai berkat Allah terbesar bagi manusia (Yes 53:5-6, 10)
Ada rupa-rupa berkat. Ada berkat kesehatan, berkat umur panjang, ada berkat kecukupan makanan, minuman, pakaian dan lain-lain. Ada banyak berkat Tuhan yang diberikannya bagi umat manusia. Menikmati cahaya matahari dan menghirup udara secara gratis adalah juga berkat yang sering dilupakan manusia. Ada juga berkat yang sudah Tuhan berikan sebagai suatu berkat, tetapi kita tidak menyadarinya. Suatu pergumulan misalnya, boleh jadi adalah suatu berkat yang terselubung. Mungkin juga kita tidak dapat melihat berkat yang Tuhan sudah berikan karena mata rohani kita ditutupi oleh kedegilan hati kita sendiri yang terlalu mementingkan diri sendiri.
Diantara begitu banyak berkat yang diberikan-Nya, yang terbesar diantaranya adalah berkat keselamatan. Kita yang seharusnya mati oleh dosa dan pelanggaran kita mendapat pengampunan penuh daripada-Nya. Peristiwa inilah yang dinubuatkan oleh nabi Yesaya. Yesus telah menjadi Anak Domba yang dikorbankan sebagai tebusan atas dosa-dosa kita.
Peristiwa penyaliban seyogyanya dirayakan dengan suatu perasaan sukacita yang besar, karena melalui peristiwa itu kita diselamatkan. Bagaimanakah sikap hati kita dalam menyambut keselamatan itu? Bersorak-sorak dan bersukacita, bukan? Ada umat Kristiani yang merayakan Jumat Agung dengan rasa haru dan duka. Untuk lebih mendramatisir, ada yang melakukan prosesi acara di kuburan atau seperti kita lihat di Filipina, ada prosesi manusia disalib yang diarak oleh jemaat. Ketika Minggu Kebangkitan tiba, jemaat merayakannya dengan gembira, hal ini memang wajar dilakukan demikian. Secara umum, pada waktu Jumat Agung jemaat berduka dan pada Minggu Kebangkitan jemaat bersukacita.
Tuhan Yesus tidak senang apabila kita meratapi penyaliban-Nya karena Ia mengatakan kepada kita: “Tangisilah dirimu dan anak-anakmu”. Kita tidak perlu menangisi Yesus. Kalau kita mengeluarkan air mata, biarlah itu timbul dari rasa sukacita dan pertobatan yang mendalam, karena kita terharu sudah diselamatkan oleh Tuhan Yesus.
Hidup berkelimpahan sebagai berkat Allah bagi orang percaya (Yes 53:11-12)a
Bagaimanakah hidup seorang yang sudah diselamatkan? Pada titik ekstrim, ada dua pandangan teologi tentang hal ini. Ekstrim pertama adalah teologia sukses, yaitu pandangan bahwa kehidupan mengiring Yesus adalah suatu kehidupan yang penuh dengan keberhasilan. Ekstrim kedua adalah teologia penderitaan yang memandang bahwa panggilan hidup pengikut Kristus di dunia ini adalah hidup menderita. Secara melankolis mereka menyanyikan : “I doni ingan tangis kap, I Surga kap senang (Dunia adalah tempat menangis, di Sorga senang)”. Umumnya, gereja yang memiliki pandangan pertama akan lebih dipenuhi oleh jemaat dibandingan dengan gereja yang memiliki pandangan kedua. Siapa yang suka datang ke gereja yang mengajarkan jemaatnya untuk menderita?
Apabila kita jujur, kita dapat mengatakan bahwa tidak ada kehidupan yang sepenuhnya adalah keberhasilan dan di sisi lain, tidak ada kehidupan yang melulu diisi oleh penderitaan. Hidup ini diisi oleh keberhasilan dan kegagalan dan oleh kesenangan serta penderitaan. Tetapi, bagaimanapun keadaan kita pada suatu waktu, Yesus mengatakan: “Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan”. Tuhan memberikan kepada kita lebih dari apa yang kita butuhkan (bukan yang kita inginkan) dan bukan hanya hal-hal bersifat materi. Kesehatan kita, keluarga yang rukun misalnya adalah berkat yang tidak dapat diukur dengan uang.
Selain hidup berkelimpahan, Tuhan menjanjikan kita hidup yang damai dan sejahtera. Pergumulan boleh ada, tetapi sukacita selalu ada di hati. Pada waktu dalam penderitaan dan pergumulan, Tuhan akan memberikan jalan keluarnya.
Penutup
Yesus datang ke dunia ini menjadi saluran bagi umat manusia. Berkat terbesar yang diterima manusia adalah keselamatan. Disamping itu Yesus menjanjikan hidup berkelimpahan bagi para murid-Nya. Tuhan sama sekali tidak bermaksud agar berkat yang kita terima berhenti hanya pada diri kita saja tetapi Ia memberikan telada agar kita juga dapat menyalurkannya bagi orang lain.
Setiap jemaat GIKI kiranya dapat menjadi saluran berkat bagi orang lain. Setiap anggota keluarga di rumah memberikan berkat bagi anggota-anggota yang lain. Janganlah Bapak atau Ibu yang di rumah sering mengeluh karena penyakit, karena kekurangan ini dan itu. Berikanlah berkat bagi yang lain. Dengan tidak mengeluh kita sudah menjadi berkat. Dengan tersenyum kita sudah menjadi berkat. Dengan tidak sering minta dimanjakan kita sudah menjadi berkat. Dengan tidak sering menuntut kita sudah menjadi berkat. Terpujilah nama Tuhan, amin!
Sabtu, 24 Mei 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar